JAKARTA | kliksumut.com — Belum reda skandal penyalahgunaan dana donasi oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT), praktik bau amis itu juga dilakukan lembaga-lembaga pengumpul dana amal lainnya. Bahkan jauh sebelumnya, ACT juga mengirim dana ke luar negeri, dan kepada pihak-pihak yang terkait organisasi terorisme.
Dikutip kliksumut.com dari voaindonesia.com bahwa Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana pada Kamis (4/8) menyerahkan data 176 data lembaga filantropi yang diduga bermasalah kepada Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam suatu pertemuan tertutup di Kantor Kemensos Jakarta. Kepada wartawan ketika itu, Ivan mengatakan “kami menduga ada lembaga-lembaga lain yang memiliki kegiatan serupa dan 176 tadi adalah salah satu di antaranya yang kami serahkan ke penegak hukum, kemungkinan akan bertambah lagi.”
BACA JUGA: Truk Makanan ACT, Gubernur Sumut Harapkan Bermanfaat Membantu Masyarakat Terdampak Pandemi
Penyalahgunaan Dana Amal
Diwawancara VOA pada Jumat (5/8), juru bicara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Natsir Kongah mengatakan penelusuran badan itu mendapati indikasi penyalahgunaan uang sumbangan masyarakat oleh 176 lembaga filontropi umumnya mengalir kepada pengurus yayasan itu sendiri, atau pada lembaga hukum bentukan lembaga tersebut.
“Ada penyalahgunaan dari dana yang diperoleh oleh filantropi, di mana sebagian dananya digunakan untuk membuat usaha, lalu untuk kepentingan pribadi yang tidak semestinya. Penyimpangannya indikasinya seperti itu,” kata Natsir.
Natsir tidak merinci nama 176 lembaga filantropi yang melakukan penyalahgunaan dana masyarakat tersebut. Meski demikian PPATK memastikan 176 lembaga filantropi itu tidak berkaitan dengan ACT.
Ditambahkannya, PPATK juga sedang mengkaji indikasi transaksi 176 lembaga filantropi itu pada kegiatan teror sebagaimana yang ditemukan pada Aksi Cepat Tanggap (ACT).