KLIKSUMUT.COM | JAKARTA – Harga emas dunia akhirnya mengalami penurunan setelah mencetak rekor all time high baru-baru ini. Berdasarkan data Refinitiv, harga emas pada penutupan perdagangan terakhir turun 0,47% ke level US$3.327,54 per troy ons. Penurunan ini terjadi menjelang libur panjang Paskah, di mana pasar ditutup pada Jumat (18/4/2025).
Kondisi ini menandai jeda sejenak dalam tren penguatan harga emas selama dua hari berturut-turut. Investor global tampak mulai merealisasikan keuntungan, menyusul lonjakan harga yang signifikan dalam waktu singkat.
BACA JUGA: Harga Emas Melemah Sementara, Rekor Tertinggi Dunia Pecah: Investor Semakin Optimis Emas Tembus US$3.500 per Troy Ons
Lonjakan Tajam Lalu Koreksi: Pola “Blowoff Top”?
Menurut analis senior Trade Nation, David Morrison, lonjakan US$100 pada hari Rabu lalu menunjukkan pola blowoff top—istilah teknikal yang menggambarkan reli tajam sebelum koreksi besar.
“Emas naik 13% atau sekitar US$360 hanya dalam waktu seminggu. Ini kenaikan yang luar biasa cepat, dan sekarang harga tampak sangat overbought,” jelas Morrison, merujuk pada indikator teknikal MACD yang kini menyentuh level tertinggi sejak April 2011.
Dolar AS Melemah, Emas Masih Menjadi Favorit
Faktor lain yang turut menopang harga emas adalah melemahnya dolar AS. Indeks dolar tercatat turun ke titik terendah dalam tiga tahun terakhir di level 99,49 poin. Melemahnya greenback memberi angin segar bagi logam mulia yang diperdagangkan dalam dolar.
Christopher Vecchio, Kepala Divisi Futures & Forex di Tastylive.com, menyebut emas sebagai “alternatif terbaik” di tengah ketidakpastian global dan melemahnya dominasi dolar.
“Dolar memang belum kehilangan statusnya sebagai mata uang cadangan dunia, tetapi kita butuh sesuatu yang baru. Dan saat ini, itu adalah emas,” katanya.
Vecchio juga menegaskan bahwa setiap koreksi harga saat ini justru menjadi peluang beli (buy on dip) bagi investor jangka panjang.
Sentimen Pasar: Dari Kebijakan Trump hingga Ketegangan Global
Sejumlah analis melihat gejolak politik dan ketidakpastian kebijakan ekonomi AS turut memperbesar permintaan emas sebagai aset aman (safe haven). Win Thin dari Brown Brothers Harriman bahkan menyebut pelemahan dolar saat ini sebagai cerminan hilangnya kepercayaan pasar terhadap para pembuat kebijakan AS.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump kembali memicu ketegangan dengan menyerang Ketua The Fed, Jerome Powell. Dalam unggahannya di media sosial, Trump menulis, “Pemecatan Powell tidak bisa datang cukup cepat!”
Sikap agresif Trump terhadap bank sentral membuat pasar semakin waspada. Di sisi lain, Bank Sentral Eropa justru menurunkan suku bunga dan memberi sinyal pelonggaran lebih lanjut, mendorong investor untuk beralih ke emas.
Apakah Harga Emas Akan Terkoreksi Lebih Dalam?
Analis FXTM, Lukman Otunuga, memperkirakan bahwa dengan reli harga emas yang telah menyentuh US$3.350 per troy ons—naik 28% sepanjang 2025—koreksi teknikal sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat.
“Jika harga tidak mampu bertahan di atas US$3.300, maka potensi penurunan menuju US$3.250 hingga US$3.140 terbuka lebar. Namun jika level support ini kuat, emas bisa kembali mendaki ke US$3.400,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Ole Hansen dari Saxo Bank memperingatkan potensi koreksi besar antara US$200 hingga US$300, meski dia memperkirakan hal itu belum akan terjadi dalam waktu dekat.
BACA JUGA: Industri Sepatu dan Tekstil Indonesia Tidak Terpengaruh Tarif Trump, Airlangga: Justru Jadi Peluang Emas!
Outlook Minggu Depan: Masih Sensitif terhadap Geopolitik
Dengan kalender ekonomi yang relatif ringan dan banyak pasar global masih libur Paskah hingga awal pekan depan, harga emas diperkirakan akan tetap sangat sensitif terhadap perkembangan geopolitik dan berita perdagangan global.
Saat Emas Beristirahat, Investor Waspada Menyusun Strategi
Setelah reli tajam dalam sepekan terakhir, harga emas akhirnya terkoreksi. Namun, prospek jangka menengah hingga panjang tetap kuat, terutama di tengah pelemahan dolar AS dan ketidakpastian global. Investor kini menghadapi tantangan utama: menentukan kapan waktu terbaik untuk kembali masuk ke pasar emas. (KSC/CNBC)