Industri Sepatu dan Tekstil Indonesia Tidak Terpengaruh Tarif Trump, Airlangga: Justru Jadi Peluang Emas!

Industri Sepatu dan Tekstil Indonesia Tidak Terpengaruh Tarif Trump, Airlangga: Justru Jadi Peluang Emas!
Foto: Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberi pemaparan di acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden RI dengan tema "Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Perang Tarif Perdagangan" di Menara Bank Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

KLIKSUMUT.COM | JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa industri sepatu serta tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia tidak akan mengalami tekanan berat akibat kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Menurutnya, sektor tersebut bukan prioritas strategis bagi Amerika Serikat, sehingga masih bisa dinegosiasikan dengan baik.

Pernyataan ini disampaikan Airlangga saat membuka Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta. Ia mengungkapkan bahwa justru terdapat peluang besar bagi Indonesia untuk menggantikan posisi negara-negara pesaing seperti Tiongkok, Vietnam, Kamboja, dan Bangladesh yang kini menghadapi tarif lebih tinggi.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA: Presiden Prabowo Tanggapi Tarif Impor Trump: Indonesia Tenang dan Siap Berunding 

“Untuk pakaian dan alas kaki, bagi Amerika ini bukan sektor strategis, jadi bisa dinegosiasikan. Bahkan, merek global seperti Nike sudah meminta pembahasan langsung melalui Zoom. Kita akan respons cepat,” ujar Airlangga.

Ia menambahkan bahwa bea masuk produk Indonesia ke AS lebih rendah dibandingkan beberapa pesaing utama. Misalnya, sepatu dari Indonesia hanya dikenakan tarif sekitar US$6 dari harga jual rata-rata US$15–20, sedangkan harga jual di pasar AS bisa mencapai US$70–80. Hal serupa juga terjadi pada produk pakaian.

“Dampaknya tidak sebesar yang dikhawatirkan. Bahkan, kita punya kesempatan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi agar bisa memenuhi lonjakan permintaan,” tambahnya.

Ketergantungan ke AS Rendah, Indonesia Punya Posisi Tawar Kuat

Airlangga juga menekankan bahwa ketergantungan ekspor Indonesia terhadap pasar AS relatif rendah, hanya sekitar 2,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bandingkan dengan Vietnam yang 33% PDB-nya sangat bergantung pada ekspor ke AS.

“Jadi kita punya ruang untuk menahan dampak ekonomi dari kebijakan AS. Amerika bukan satu-satunya pasar bagi Indonesia. Kita bisa antisipasi bersama,” kata Airlangga di hadapan Presiden Prabowo Subianto yang turut hadir dalam acara tersebut.

Strategi Negosiasi Indonesia: Tanpa Balas Dendam, Fokus pada Solusi Win-Win

Dalam menghadapi tarif tinggi dari pemerintahan Trump, Indonesia akan menempuh jalur negosiasi. Pemerintah tidak akan memilih langkah retaliasi, melainkan membangun dialog strategis untuk menjaga hubungan baik dengan AS.

“Arahan Presiden Prabowo jelas, kita pilih jalur negosiasi karena AS adalah mitra strategis. Mereka juga membuka pintu untuk pembahasan Free Trade Zone di Batam, serta investasi data center dari perusahaan besar seperti Oracle dan Microsoft,” jelas Airlangga.

Indonesia juga akan membahas sejumlah kebijakan domestik dalam negosiasi, termasuk evaluasi larangan terbatas (lartas), percepatan sertifikasi halal, dan upaya menyeimbangkan neraca perdagangan. Salah satu langkah konkret adalah dengan meningkatkan impor produk agrikultur dari AS seperti kedelai dan gandum, yang sebagian besar berasal dari wilayah konstituen Partai Republik.

“Tapi ini bukan penambahan impor baru, melainkan realokasi pembelian. Jadi tidak mengganggu APBN. Kita juga siapkan insentif fiskal dan nonfiskal untuk dorong daya saing ekspor kita,” kata Airlangga.

BACA JUGA: Trump Terapkan Tarif Impor 32 Persen untuk Indonesia, Dampak Besar bagi Perdagangan

AS Siap Buka Pembicaraan Lanjutan

Pemerintah Indonesia telah mengirim surat resmi ke United States Trade Representative (USTR) dan Sekretaris Perdagangan AS melalui Kedutaan Besar RI di Washington DC. Tanggapan pun langsung diterima.

“Hari ini duta besar AS meminta waktu untuk pembicaraan lanjutan. Ini sinyal positif bahwa mereka terbuka dengan usulan kita,” tutup Airlangga optimis. (KSC/CNBC)

Pos terkait