71 Aliansi atau Lembaga Tolak Pembangunan Proyek Kota Deli Megapolitan

Sebelumnya juga Ketua Umum BPRPI, Alfi Syahrin menjelaskan bahwa tanah rakyat penunggu yang telah dikuasai puluhan tahun seluas 1.303 hektar (Ha) terancam digusur oleh Ciputra Group melalui proyek Deli Megapolitan.

“Peletakan batu proyek ini telah dilakukan pada 9 Maret 2021 lalu oleh PT. Ciputra KPSN (Ciputra Group) sebagai tanda dimulainya pembangunan komplek perumahan dan kawasan industri premium di Deli Serdang. Proyek Deli Megapolitan ini merupakan kerjasama PTPN II dan Ciputra Group yang akan dibangun di atas tanah seluas 8.077 ha dan akan menelan biaya sekitar 128 triliun rupiah, maka kami menolak,” tegas Alfi Syahrin.

Bacaan Lainnya

Tambah Alfi juga menjelaskan Sebenarnya proyek raksasa ini digagas PTPN II sejak 2011, namun baru dapat dibangun pada 2021 bersama Ciputra Group. Meski belum selesai, target tanah di bawah proyek ini sudah banyak dipromosikan dan diperjualbelikan di dunia maya, iklan harga tanah mencapai 1 miliar per 60 meter persegi. Proyek ini ambisius dan megah, tetapi juga kontroversial, selain jual-beli lahan, ada puluhan ribu Rakyat Penunggu bahwa dulu Petani Rakyat Penunggu (PRP), petani dan masyarakat setempat lainnya yang mulai ketakutan tanah dan wilayah adatnya akan digusur dalam waktu dekat.

Baca juga: LBH Medan Surati PTPN II, Minta Pembuktian Surat HGU No. 111 Kebun Helvetia

“Ketakutan beberapa kampung Rakyat Penunggu yang tergabung dalam Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), sangat masuk akal. Mengingat PTPN II juga pernah melakukan hal tersebut pada rakyat penunggu di Kampong Petumbukan dan Durian Selemak. Rakyat Penunggu di masa pandemi harus mengalami penggusuran oleh PTPN II yang dikawal oleh ratusan aparat TNI dan pihak keamanan perusahaan pada September 2020,” jelas Alfi.

Dijelaskannya juga bahwa sejak Juli 2020, dana sebanyak 18 miliar rupiah dari total 29 triliun telah diberikan Ciputra kepada PTPN II. Di dalam dokumen “Perkembangan Proyek Deli Megapolitan” yang didapat KPA dari PTPN II, triliunan uang tersebut salah satunya akan digunakan sebagai biaya pembersihan lahan. Besarnya aliran uang di atas, sangat mudah untuk PTPN II memakai jasa aparat bersenjata untuk mengamankan penggsusuran tanah rakyat penunggu dengan dalil pengamanan aset negara yang dikuasai PTPN II.

“Saat ini Ciputra melalui PTPN II tengah mengajukan izin prinsip dan izin lokasi dari Bupati Deli Serdang. Izin tersebut belum dapat dikeluarkan karena kabupaten ini belum memiliki perda RTRW, oleh karena itu demi memenuhi keinginan investor agenda penyusunan dan pengesahannya pun kini tengah dikebut,” bebernya lagi.

Alfi juga menyebutkan bahwa tak berhenti di ancaman penggusuran, proyek Kota Deli Megapolitan ini juga bermasalah sejak awal, dimana tanah-tanah Rakyat Penunggu yang dulunya di sewa oleh perusahaan swasta Belanda melalui akta konsesi, yang kini diambil-alih oleh PTPN II, perkebunan negara milik BUMN. Hingga kini, tanah-tanah petani Rakyat Penunggu tidak pernah dikembalikan oleh perusahaan plat merah tersebut. Lebih menyakitkannya, di atas tanahnya sendiri Rakyat Penunggu dicap sebagai penduduk liar, perambah.

“Sejak tahun 1953 atau awal berdirinya BPRPI, petani dan Rakyat Penunggu lainnya tidak pernah memberikan persetujuan penerbitan HGU di atas tanah dan wilayah adatnya. Tindakan pemerintah yang menerbitkan HGU secara sepihak merupakan wujud pembiaran dan pengabaian hak atas tanah petani dan masyarakat adat yang telah diakui Konstitusi dan UUPA 1960 sebagai Hukum Adat Tanah,” ungkap Alfi lagi.

Ia juga membeberkan bahwa ada beberapa hak guna usaha (HGU) perkebunan yang terbit tanpa persetujuan pemilik tanah yakni Rakyat Penunggu kini sedang diubah menjadi hak guna bangunan (HGB) demi mendukung proyek milik PTPN II dan Ciputra Group ini. Jika Kementerian ATR/BPN menerbitkan HGB untuk Ciputra Group maka indikasi mafia tanah yang selama ini bercokol di dalam tubuh pemerintahan itu sendiri menjadi terbukti, sebab dengan sengaja melestarikan praktek-praktek mal-administrasi dan korupsi di lapangan.

Baca juga: Kembali Lagi, Pensiunan PTPN II Demo di Rumah Dinas Gubsu. Sejumlah Wartawan Tidak Boleh Masuk

“Selama puluhan tahun, demi mendapatkan kembali hak atas tanahnya, Rakyat Penunggu dan BPRPI sejak lama melakukan upaya penyelesaian konflik agraria dengan PTPN di tingkatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hingga Pemerintah Pusat. Dari perjuangan tersebut BPRPI banyak memperoleh kebijakan yang baik bagi penyelesaian konflik agraria,” jelasnya.

Pos terkait