MEDAN | kliksumut.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada Rabu (20/5/2020). Dalam OTT tersebut, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Komarudin turut diperiksa.
Operasi yang diklaim ‘senyap’ ini berkaitan dengan dugaan penyerahan sejumlah uang dari pihak Rektor UNJ kepada pejabat di Kemendikbud. Uang sebesar Rp 27, 5 juta dan US$1.200 diamankan sebagai barang bukti. Uang tersebut disebut – sebut uang tunjangan hari raya atau THR yang akan dibagi – bagi.
Pegiat antikorupsi Sahat Simatupang menilai, OTT KPK terhadap pejabat di Kemendikbud dan Rektor UNJ justru mempermalukan lembaga anti rasuah tersebut. Sahat mencontohkan OTT dimasa menjelang lebaran yang dilakukan pimpinan KPK masa Agus Rahardjo cs sangat terencana dan matang.
Baca juga : Kilas Balik Demonstrasi 98 di Medan, Sahat Simatupang : Kalau Soeharto Tidak Tumbang Kami Mati
“Sudah menjadi semacam ‘tradisi’ di KPK menjelang lebaran menggencarkan OTT gratifikasi THR. Saya sebut saja yang pernah ditangkap KPK terkait THR adalah Bupati Purbalingga, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar dengan nilai miliaran rupiah,” kata Sahat, Sabtu (23/5/ 2020).
Dimasa Ketua KPK Agus Rahardjo 2015 – 2019, Sahat memuji gencarnya OTT dilakukan menjelang Idul Fitri berkaitan THR.
“Sudah menjadi fokus KPK mencegah pemberian dan penerimaan THR lebaran. Dan terget KPK sangat jelas yakni penyelenggara negara, bukan kasus kecil,” ujar jurnalis Tempo ini.
Sahat menilai OTT KPK yang dikomandoi Firli Bahuri hanya upaya memperlihatkan bahwa lembaga antitasuah tersebut meneruskan semacam “tradisi’ KPK yang gencar mengawasi gratifikasi atau suap dengan alasan THR menjelang lebaran.
Hal ini, sambung Sahat, diperkuat dengan fakta OTT pejabat Kemendikbud dan Rektor UNJ malah dilimpahkan KPK ke polisi dengan alasan rektor bukan penyelenggara negara.
Padahal, kata Sahat, seorang rektor perguruan tinggi negeri jabatan eselon I berkewajiban mengisi laporan harta kekayaan penyelenggara negara atau LHKPN ke KPK.
“Itu artinya rektor perguruan tinggi negeri adalah jabatan penyelenggara negara bidang pendidikan karena seleksi rektor dikonsultasikan kepada tim penilai akhir yang dipimpin presiden,” ujar Sahat.
Sahat prihatin, jika KPK tidak sungguh – sungguh memakai OTT sebagai senjata pemberantasan korupsi, yang bakal terjadi adalah penurunan tingkat kepercayaan dan kepuasan publik terhadap kinerja KPK.
Baca juga : Istana Membahas Eks HGU PTPN II, Aktivis Antikorupsi : Kami Dukung Penegakan Hukum
“Akhirnya KPK hanya sebagai lembaga supervisi dan pencegahan. Laporan pengaduan korupsi hanya dijadikan bahan supervisi dan pencegahan, dan itu harus ditolak,” ujar Sahat. (Wl)