REPORTER: Dody Ariandi
KLIKSUMUT.COM | LANGKAT – Mega proyek reklamasi pantai di Desa Bubun, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat kini menjadi sorotan tajam. Proyek yang menggunakan 110 ribu batang bambu sebagai cerucuk pondasi ini diketahui milik PT EMP Gebang Ltd yang menggandeng vendor PT ANS. Namun, proyek besar ini justru menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat akibat dugaan ketidaktransparanan dan potensi korupsi.
Berdasarkan investigasi kliksumut.com, proyek reklamasi pantai yang seharusnya menjadi solusi untuk penanganan abrasi, malah menimbulkan masalah baru. Diduga adanya keterlibatan Kepala Desa Bubun, Mirwan Peranginangin, sebagai supplier bambu, serta Sekretaris Desa Pantai Cermin sebagai pengelola invoice pembayaran, dinilai tidak transparan dan hanya melibatkan pihak tertentu saja.
BACA JUGA: Langkat Darurat Narkoba, HMI Tuntut Kapolres Bertanggung Jawab: “Kalau Tak Sanggup, Lambaikan Tangan ke Kamera!”
Dugaan Mark-up Harga dan Potensi Kerugian Negara
Seorang pemerhati lingkungan, Tomas, mengungkapkan kepada kliksumut.com bahwa proyek ini berpotensi terjadi mark-up anggaran. Ia meminta pihak PT EMP Ltd untuk segera mengevaluasi kinerja vendor PT ANS sebelum permasalahan ini dilaporkan ke KPK, Kejaksaan, atau Polri.
Tomas juga membeberkan adanya ketidakjelasan harga bambu yang digunakan. Menurutnya, harga bambu di lapangan fluktuatif di kisaran Rp13 ribu hingga Rp15 ribu per batang, sementara PT ANS menetapkan harga Rp17 ribu per batang. Padahal, berdasarkan standar pasar nasional, bambu besar berukuran 5 meter dengan diameter 8 cm dihargai sekitar Rp35 ribu per batang, sesuai data dari Sinar Mas Land E-Catalog. (https://ecatalog.sinarmasland.com/article/tips-properti/update-harga-bambu-per-batang-2025-lengkap-semua-jenis-ukuran)
“Kalau dihitung dari kebutuhan 110 ribu batang, harusnya masyarakat Desa Bubun berhak mendapatkan insentif ratusan juta rupiah. Tapi hingga kini, mereka belum menerima apa-apa,” ujar Tomas.
Kades Bubun Membela Diri, Tapi Blokir Kontak Wartawan
Saat dikonfirmasi, Kades Bubun, Mirwan Peranginangin, mengakui keterlibatannya sebagai supplier bambu. Ia membantah adanya monopoli, bahkan mengklaim bahwa ada tujuh pemasok bambu dalam proyek ini. “Emang Kades gak boleh cari rezeki? Kalau mau protes, ke PT EMP Ltd dan PT Aqua Nur Sinergindo saja,” ujarnya. Namun, setelah wawancara, Mirwan diketahui memblokir nomor kontak wartawan kliksumut.com.
Skema Pembagian Dana yang Tidak Transparan
Sekdes Pantai Cermin, Bain, turut menjelaskan skema pembagian dana. Menurutnya, dari harga Rp17 ribu per batang, Rp3 ribu sisanya dialokasikan untuk “mengkondisikan” empat kepala desa dan perangkat desa lainnya melalui SPSI. Namun, informasi ini justru mempertegas adanya ketidaktransparanan dalam pengelolaan proyek.
Dugaan Lain: Solar Oplosan dan Perlindungan Aktor Kebal Hukum
Proyek Reklamasi Pantai di Bubun Langkat: Solusi atau Masalah Baru? Dugaan Korupsi dan Ketidaktransparanan Muncul ke Permukaan Dalam penelusuran lebih lanjut, Tomas juga mendapatkan informasi adanya dugaan praktek BBM solar oplosan serta keterlibatan aktor yang “kebal hukum” di sekitar proyek PT ANS. Hal ini semakin memperkeruh citra proyek reklamasi pantai yang awalnya digadang-gadang akan memperbaiki ekosistem pantai.
Dugaan Lain: Solar Oplosan dan Perlindungan Aktor Kebal Hukum
Dalam penelusuran lebih lanjut, Tomas juga mendapatkan informasi adanya dugaan praktek BBM solar oplosan serta keterlibatan aktor yang “kebal hukum” di sekitar proyek PT ANS. Hal ini semakin memperkeruh citra proyek reklamasi pantai yang awalnya digadang-gadang akan memperbaiki ekosistem pantai.
Desakan Publik: Evaluasi Proyek dan Usut Tuntas Dugaan Pelanggaran
Kini, tekanan publik terus menguat agar proyek reklamasi pantai di Desa Bubun dievaluasi secara menyeluruh. Tomas dan sejumlah warga berencana melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum jika tidak ada perbaikan transparansi dan keadilan bagi masyarakat sekitar.
Proyek yang seharusnya menjadi solusi, justru terancam berubah menjadi masalah baru bagi masa depan lingkungan dan sosial-ekonomi Desa Bubun. (KSC)