Oleh: Swisma
KLIKSUMUT.COM | MEDAN – Sudah sepekan saya tidak melihat etalase kaca ibu Indah ada di tempat dia biasa mangkal. Ibu Indah adalah pengrajin beraneka kue basah yang berjualan di pinggir jalan depan Masjid Pasar Merah Medan. Kue jualannya terbilang laris. Kecuali lezat, harganya relatif murah juga bebas bahan pengawet. Mungkin karena itu kuenya digemari.
Mengingat saya akan melakukan hajat syukuran dan bermaksud memesan kue ibu Indah sebagai snack/ makanan ringan, saya mendatangi kediamannya. Di teras rumahnya yang sederhana tampak ibu Indah sedang memetik cabai.
Ibu Indah mengatakan, sudah sepekan dia tidak berjualan kue. Guna menyambung nafkah dia dan anak gadisnya mengambil upahan petik cabai.
Menurut single parent tiga anak ini, sejak sepekan kegiatan berjualan kue itu terpaksa dia hentikan karena kesulitan mendapatkan LPG 3 kg. Langka di pangkalan, katanya. Sedangkan tabung isi 12 kg harganya mahal.
Pernah dia coba bertahan jualan kue menggunakan isi LPG 12 kg, tapi untungnya sangat tipis. Tidak sebanding dengan jerih payah yang dikeluarkan.
bu Indah menyesalkan kelangkaan gas melon 3 kg itu. Menurutnya, semestinya orang-orang seperti dia diprioritaskan mengingat kehidupan ekonominya sangat bergantung pada si tabung hijau muda itu.
Sebagai pelaku usaha rumahan, bisnis berjualan kue di pinggir jalan sudah ditekuninya sejak ditinggal almarhum suaminya 4 tahun lalu. Untuk produksi bisnisnya itu, Indah mengeluarkan kocek sekira 450 sampai 500 ribuan rupiah per harinya.
Dengan omzet seperti itu, Ibu Indah bisa menghasilkan profit hampir setengah dari biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi bisnisnya tersebut. Bahkan ada kalanya lebih lagi jika ada tambahan preorder atau pesanan.
Tingginya aktivitas memproduksi usahanya, Ibu Indah dibantu dua anaknya dari membuat kue mulai pukul 06.00 WIB dan dijual hingga pukul 16.30 WIB. Perhari biasanya membuat 500-an potong kue untuk 8 jenis yang berbeda dengan harga Rp 1.500 per potong.
Tentunya Ibu Indah membutuhkan gas elpiji 3 kg sebanyak 10 atau 12 tabung per bulannya. Namun hampir seminggu ini dia tidak menjual kue karena ketiadaan pasokan gas melon tersebut di pangkalan gas. Kalaupun ada, dia hanya dapat 1 tabung gas dengan harga Rp27 ribu hingga 30 ribu. Itu pun didapat setelah berkeliling di beberapa warung. Padahal biasanya dia membeli Rp 20 ribu atau Rp 22 ribu.
Dengan harga tabung yang cukup mahal dan keterbatasan pasokan gas itu, terpaksa ibu Indah menghentikan usahanya untuk sementara.
Bisnis kulier kue basah ini dijalani Ibu Indah selain memang hobi atau bakatnya juga karena modal yang tidak besar. Keuntungan yang diraih pun lumayan baik. Apalagi jika ada pesanan dalam jumlah partai besar, sehingga dia harus memakai tenaga tambahan.
Ibu Indah berharap bisnisnya ini tetap berjalan dengan lancar. Selain untuk menghidupi dirinya dan tiga anak-anaknya juga untuk kebutuhan biaya pendidikan dua anaknya yang masih di tingkat pendidikan menengah.
Menurut Ibu Indah, pemerintah dan Pertamina sebenarnya sudah tepat mengeluarkan kebijakan pemberian subsidi gas 3 kg bagi masyarakat miskin. Hanya saja proses pendistribusiannya tidak tepat sasaran.
Bahkan syarat pembelian wajib menggunakan kartu tanda penduduk atau KTP maupun Kartu Keluarga (KK) samasekali tidak diberlakukan. Padahal sudah ada peraturannya yang telah ditetapkan sejak 1 Juni 2024 bahwa pembelian harus menggunakan KTP
“Saya melihat banyak warga yang kehidupannya lumayan mewah dan memiliki mobil di garasi rumahnya tapi masih menggunakan gas melon,” ungkap bu Indah, Minggu (20/10/2024) di kediamannya di kawasan Pasar Merah Ujung Medan.
Ibu Indah berharap pemerintah hendaknya bisa lebih tegas lagi melakukan pembatasan penjualan LPG 3 kg dan mendetilkan siapa saja yang berhak mendapatkan gas bersubsidi ini. Jika perlu diberikan sanksi bagi warga yang mampu tapi masih tetap menggunakan gas melon, terlebih bagi pengusaha restoran.
Ibu berusia 52 tahun ini mengaku jika saja dalam penerapan pendistribusian itu tepat sasarannya, adalah merupakan suatu keindahan bisa berbagi energi gas melon dengan mudah. Sehingga dia bisa menjalankan usahanya dengan lancar tanpa terkendala akibat pendistribusian yang tidak tepat sasaran.
Jadi, tujuan pemerintah memberikan subsidi energi untuk meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah itu bisa tercapai karena dimanfaatkan dengan maksimal oleh orang yang membutuhkannya.
Sebaliknya, bagi warga yang memang mampu hendaknya ada kesadaran untuk beralih membeli gas produk Pertamina lainnya yang non subsidi, seperti Bright Gas yang dikemas dalam tabung atau kaleng berwarna pink fuschia dan tabung gas biru ukuran 12 kg.
Kisah sepenggal Ibu Indah yang terpaksa menghentikan usahanya sementara itu bukanlah satu-satunya penggiat ekonomi lemah di Medan, Sumatera Utara.
Ada banyak usaha-usaha rakyat ekonomi lemah lainnya yang kesulitan mendapatkan pasokan gas bersubsidi sehingga menutup usahanya dan beralih jadi buruh atau driver ojek online (ojol). Masalahnya sama. Mereka kesulitan mendapatkan gas bersubsidi. Seperti penjual bakso, bandrek, kedai kopi dan warung makan dan juga nelayan.
Sungguh sangat disayangkan bila niat baik dan kepedulian pemerintah itu tidak sampai ke tangan kelompok masyarakat yang membutuhkannya.
Keluhan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM maupun masyarakat kurang mampu itu tersahuti dengan harapan dan keinginan Presiden Republik Indonesia ke 8, Prabowo Subianto.
Pada pidato perdananya usai pelantikan, Minggu, 20 Oktober 2024 di kompleks Senayan Jakarta, Prabowo dengan tegas menyatakan subsidi-subsidi bantuan kepada rakyat yang masih dalam keadaan susah itu harus sampai kepada mereka yang membutuhkannya.
Bahkan bila diperlukan, katanya metode pemberian subsidi bisa saja diubah. Sebab Prabowo menyebut hingga saat ini masih banyak subsidi tidak tepat sasaran. Padahal, dengan kondisi ekonomi rakyat yang masih banyak dihimpit kemiskinan, subsidi-subsidi dari pemerintah mutlak dibutuhkan.
Purnawirawan Jenderal TNI ini menginginkan agar pemberian subsidi secara langsung itu harus benar-benar dinikmati rakyat yang membutuhkan. Tidak lagi lewat perantara pihak ketiga yang bisa saja membuat pemberian subsidi jadi tidak tepat sasaran.
“Jika perlu kita mengubah skema pemberian subsidi dan kita harus berani menelitinya. Tentunya dengan teknologi digital, kita mampu kalau subsidi itu bisa sampai kepada keluarga yang membutuhkan,” tegas Prabowo.
Kepedulian Prabowo terhadap masyarakat kurang mampu itu sudah selayaknya diapresiasi. Sebab di masa pemerintahannya akan meneruskan kebijakan pemberian varian subsidi bahan bakar minyak atau BBM dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 Kg.
Kebijakannya itu sejalan dengan harapan puluhan juta rakyat yang menggantung hidupnya dari subsidi BBM, baik sebagai kebutuhan dasar maupun dalam rangka menggerakkan perekonomian mereka.
Sebagaimana diketahui subsidi adalah bentuk kepedulian pemerintah kepada Masyarakat, yayasan dan badan tertentu untuk memajukan aktivitas ekonomi.
Mengingat subsidi BBM merupakan salah satu program penting yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah, maka pemberian subsidi itu adalah wujud tanggung jawab pemerintah dalam memastikan kelangsungan aktivitas ekonomi di suatu negara.
Penting bagi pemerintahan melanjutkan kebijakan subsidi dalam upaya menekan harga BBM dalam negeri agar tetap berada pada level terjangkau, khususnya bagi masyarakat kurang mampu berkenaan dengan kecenderungan meningkatnya harga minyak dunia.
Pemberian subsidi BBM dan LPG bagi masyarakat tidak mampu itu juga merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, industri dan masyarakat. sebagai upaya menjaga ketahanan energi nasional.
Bukti kepedulian dan niat baik Prabowo mensejahterakan rakyat itu tergambar dari besarnya anggaran yang dialokasi untuk subsidi BBM dan LPG 3 kg pada 2025.
Anggaran yang dialokasikan untuk kedua komponen energi itu sebesar Rp113,6 triliun. Sedangkan alokasi subsidi listrik sebesar Rp73,6 triliun . Besaran alokasi subsidi BBM dan LPG 3 kg itu lebih separuh dari anggaran energi sebesar Rp. 203,4 triliun.
Besarnya alokasi subsidi energi ini didorong beberapa faktor, seperti antisipasi kenaikan harga bahan baku minyak mentah dan menjaga daya beli masyarakat.
Guna menindak lanjuti kebijakan pemberian subsidi BBM dan LPG tersebut, di tahun pertama pemerintahannya, Prabowo telah membuat kebijakan umum. Sedangkan pola dan tehnis pendistribisiannya sepenuhnya di tangan Pertamina.
Jadi Pertamina sebagai pemasok dan penyalur diharapkan membenahi tata kelola, mata rantai dan pola pendistribusiannya. Memastikan pendistribusiannya tepat sasaran.
Berdasarkan pengalaman berbasis temuan di lapangan, masalah pendistribusian BBM, khusus LPG 3 kg berkutat di masalah pendistribusian.
Masih banyak rakyat yang tidak mendapatkannya. Diduga tidak sampainya subsidi tersebut kepada rakyat ekonomi lemah karena pendistribusiannya jatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Yakni kalangan masyarakat yang tidak masuk dalam kategori miskin.
Permasalahan itu muncul karena pola pendistribusiannya masih dilakukan secara terbuka, sehingga golongan masyarakat kategori non-subsidi turut menggunakan LPG tersebut. Artinya golongan masyarakat mampu juga menikmati subsidi LPG 3 kg, sehingga mendorong terjadinya ketimpangan dalam masyarakat.
Bila penyaluran yang tidak mencapai sasaran itu diasumsikan sebagai kelemahan pada pola pendistribusian, maka tanpa bermaksud menggurui Pertamina sebagai pihak yang diberi tanggungjawab menyalurkannya, berarti yang perlu dibenahi adalah mata rantai pendistribusiannya.
Dan memang penyaluran LPG 3 kg itu banyak tidak tepat sasaran. Seperti yang diungkapkan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu belum lama ini .
Disebutkannya banyak orang kaya yang masih menikmati subsidi BBM dan LPG. Berdasarkan data yang dimiliki, orang miskin yang menikmati subsidi LPG 3 kg capai 23,3 persen dari sasaran.
Sementara 57,9 persen pengguna LPG 3 kg lainnya adalah orang kaya. Begitu juga dengan BBM subsidi. Dari jumlah yang disalurkan 60 persen dinikmati orang kaya dan orang miskin hanya menikmati 40 persen dari total yang diberikan.
Sejalan Dengan Usul DPR
Seiring dengan keinginan Prabowo untuk mengubah skema pemberian subsidi LPG 3 kg menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) ternyata sejalan dengan usul yang disampaikan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI .
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyebutkan, masyarakat yang kurang mampu dan termasuk dalam kategori penerima subsidi LPG 3 kg nantinya bisa menerima hingga Rp 100 ribu per bulan dengan asumsi mencapai Rp 33.000 untuk penggunaan 3 tabung.
Menurut Eddy, mengingat LPG 3 kg sudah bisa diperkirakan ketimbang BBM bersubsidi yang agak fluktuatif, maka Komisi VII dan Kementerian ESDM mengusulkan agar mendahulukan pemberian subsidi kepada pengguna LPG .
Untuk mengaplikasikan skema baru yang diusulkan tersebut membutuhkan waktu agar bisa diterapkan. Pemerintah harus menyempurnakan data siapa yang berhak menerima bantuan dana tunai tersebut.
Implementasinya diberlakukan pada 2025-2026. Hal itu, kata Eddy mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah cukup baik yang terlihat adanya peningkatan daya beli masyarakat.
“Jadi dengan sistem ini diharapkan kita bisa melihat adanya pengurangan volume dan ada pengurangan subsidi,” ujarnya.
Rencana perubahan skema subsidi langsung ini pun kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono Adi sudah sejak lama direncanakan oleh pemerintah. Sebab, rencana ini masuk dalam nota keuangan setiap tahunnya, namun belum ada mekanisme yang pas untuk mengimplementasikannya.
Agus menyebutkan, rencana ini masih dalam tahap pembahasan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Komisi VII DPR.
BLT merupakan konsep memberikan subsidi untuk meningkatkan daya beli masyarakat dengan tujuan agar subsidi BBM tepat sasaran. Usai subsidi BBM diubah menjadi subsidi langsung, harga semua BBM akan dijual sesuai dengan harga keekonomoiannya tanpa subsidi.
Penerapan subsidi langsung itu, kata Agus nantinya akan diterapkan saat mekanismenya sudah siap. Jika rencana ini terealisasi, maka subsidi LPG 3 kg akan diberikan kepada penerima dalam bentuk uang tunai yang ditransfer ke rekening bank. Rencana ini diperkirakan akan diuji coba pada akhir 2025 dan bisa berjalan pada 2026.
Uji coba akan dilakukan untuk memastikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sudah disempurnakan dan juga memastikan penyaluran subsidi kepada penerima yang tidak memiliki rekening bank atau sulit memiliki rekening bank.
Sedangkan besaran BLT diperkirakan akan diberikan sekira Rp120 ribu per bulan. Angka itu merupakan asumsi subsidi untuk volume LGP kg yang digunakan masyarakat.
Namun kata Agung, pemerintah belum bisa memastikan kapan skema subsidi BLT akan diterapkan dan akan terus memberikan perhatian dan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan memperbaiki skema subsidi LPG agar lebih tepat sasaran.
Pemerintah juga akan memperhatikan risiko penyalahgunaan atas bantuan langsung tersebut, misalnya risiko uang BLT disalahgunakan untuk membeli rokok. Demikian juga terhadap dampak pada daya beli pasca penyaluran BLT yang salah sasaran, sehingga bisa memukul daya beli kelas menengah.
Rencana untuk menyalurkan subsidi berbasis BLT ini sebelumnya juga sudah diungkapkan Dewan Penasit Presiden Terpilih Prabowo, Burhanuddin Abdullah.
Disebutkannya, kebijakan tersebut dinilai akan menghemat anggaran subsidi sebesar Rp 150 triliun hingga Rp 200 triliun lantaran selama ini subsidi energi dinilai tidak tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan oleh manfaat kelas bawah.
Diapresiasi
Pengamat ekonomi Sumatera Utara Gunawan Benjamin mendukung dan mengapresiasi langkah dan kebijakan Prabowo yang akan mengubah skema subsidi energi menjadi BLT.
Pasalnya rencana yang akan diambil Prabowoitu dianggapnya suatu langkah berani dan kepeduliannya terhadap kondisi ekonomi rakyat yang masih banyak dihimpit kemiskinan, sementara subsidi masih banyak yang tidak tepat sasaran.
Perubahan metode pemberian subsidi energi utamanya BBM dan LPG 3 kg dinilai Gunawan bisa lebih bagus dan akan lebih tepat sasaran. Namun perlu dilakukan pendataan yang akurat. Untuk itu dibutuhkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DKTS dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Dengan DKTS itu bisa didata identitas penerima BLT, seperti nama dan alamat. Setelah sesuai data kemudian ditetapkan dan berhak menerima BLT setiap bulannya yang rencanakan akan diberlakukan pada 2025-2026.
Gunawan mengaku meskipun kebijakan ini dianggapnya baik, namun ada kemungkinan sisi negatifnya. Misalnya BTL itu dialihkan penggunaannya untuk membeli alat-alat kecantikan, make up atau juga rokok dan kebutuhan lainnya yang tidak ada kaitannya untuk pembelian energi BBM dan LPG 3kg.
Meskipun Gunawan mendukung kebijakan Prabowo itu, namun dia berharap agar dalam mengimplementasikannya perlu kajian lebih teliti pada proses penyalurannya.
“Bisa saja masyarakat kelas menengah rentan yang tidak masuk kategori miskin dan tidak dapat BTL dikhawatirkan bisa jatuh miskin akibat penghapusan subsidi BBM,” ujar Gunawan.
Untuk itu dia berharap agar penerima BTL tepat sasaran dan memperhatikan ekonomi masyarakat kelas menengah rentan juga kelayakannya menerima BTL tersebut.
Transformasi Subsidi LPG 3
Pertamina sebagai BUMN siap mengikuti kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi LPG 3 kg dalam bentuk BLT tersebut. Bahkan sejak 1 tahun lalu Pertamina sudah berkomitmen untuk melaksanakan transformasi subsidi LPG Tabung 3 kg tepat sasaran sesuai penugasan pemerintah.
Komitmennya ini didukung penuh pemerintah dengan terbitnya Kepmen ESDM No. 37.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang petunjuk teknis pendistribusian isi ulang LPG tertentu tepat sasaran dan Kepdirjen Migas No. 99.K/MG.05/DJM/2023 tentang penahapan wilayah dan waktu pelaksanaan pendistribusian isi ulang LPG tertentu tepat sasaran.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji saat itu mengatakan transformasi subsidi LPG tabung 3 Kg diawali dengan tahap pendataan atau pencocokan data pengguna LPG tabung 3 Kg di 411 kab/kota.
Hal ini terhitung mulai tanggal 1 Maret 2023, Pemerintah melalui Pertamina telah melakukan registrasi atau pendataan pengguna LPG Tabung 3 Kg di sub penyalur atau pangkalan ke dalam sistem berbasis website (merchant apps) sebagai tahap awal dari program pendistribusian LPG tabung 3 Kg tepat sasaran.
Hal itu dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat, serta terintegrasi dengan program perlindungan sosial.
Dalam tahap pendataan ini tidak ada pembatasan pembelian LPG tabung 3 Kg. Pembeli di pangkalan hanya perlu menunjukkan KTP dan/atau Kartu Keluarga. Apabila sudah terdata dalam sistem cukup hanya menunjukkan KTP untuk pembelian selanjutnya. Khusus untuk pengguna usaha mikro diperlukan tambahan foto diri di tempat usaha.
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan subsidi LPG tabung 3 kg tepat sasaran, kata Tutuka, Pemerintah bersama Kepolisian dan Pertamina terus meningkatkan pengawasan dan memberikan sanksi terhadap agen, pangkalan atau oknum yang melakukan pelanggaran seperti pengoplosan LPG Tabung 3 Kg ke LPG nonsubsidi. Selain merugikan negara dan masyarakat yang berhak, pengoplosan juga berbahaya bagi keselamatan masyarakat.
Bentuk-bentuk lain penyalahgunaan LPG tabung 3 Kg adalah penimbunan, penjualan melebihi harga eceran tertinggi atau HET yang ditetapkan pemerintah daerah, penjualan/pengangkutan ke wilayah yang bukan wilayah distribusi (lintas kabupaten/kota atau wilayah belum terkonversi minyak tanah ke LPG Tabung 3 Kg), serta kegiatan pengangkutan LPG Tabung 3 Kg menggunakan kendaraan yang tidak terdaftar di Agen.
Karena itu perlu dilakukan penyempurnaan mekanisme pendistribusian LPG tabung 3 Kg yang saat ini berlaku. Disebutkan Tutuka, pencatatan transaksi secara manual dalam logbook pangkalan rawan manipulasi sehingga tidak mampu menunjukkan profil pengguna LPG tabung 3 Kg yang sesungguhnya.
“Proses pendataan dan pencocokan data pengguna yang sedang berlangsung diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut.”kata Tutuka.
Pemerintah mengharapkan dukungan dari semua pihak dalam pelaksanaan transformasi pendistribusian LPG tabung 3 Kg yang tepat sasaran.
Diakui Tutuka, proses transformasi ini tentu tidak mudah karena pasti banyak hambatan dan tantangan di lapangan. Bila dilakukan bersama diyakini pasti bisa.
“Untuk itu, dukungan dari agen dan pangkalan, serta masyarakat umumnya menjadi faktor kunci keberhasilan pendataan atau registrasi ini,” imbuh Tutuka.
Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina Persero Alfian Nasution mengungkap untuk mendukung hal tersebut, Pertamina telah menyiapkan infrastruktur yang prima dan lebih dari cukup untuk menjaga pasokan energi di seluruh Indonesia.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan Pertamina berupaya untuk mendekatkan suplai LPG 3 kilo ke masyarakat. Ini merupakan salah satu upaya Pertamina untuk menambah pangkalan dan menjangkau sampai level pengecer.
Menurut Riva, di level pengecer pun nanti akan diimbau untuk melakukan pendataan di level konsumen. Itu merupakan upaya untuk meningkatkan ketepatan sasaran pendistribusian LPG 3 Kg ini.
Dikenakan Sanksi
Pertamina dalam melaksanakan pendistribusian LPG khususnya LPG 3 Kg juga berkoordinasi dan bahu membahu dengan pemerintah daerah dan juga kepolisian.
VP Communication, Fadjar Djoko Santoso menyampaikan dalam mewujudkan pendistribusian yang tepat sasaran, Pertamina juga mengajak masyarakat turut mengawasi dan melaporkan apabila mengetahui adanya penyimpangan maupun pendistribusian yang tidak tepat sasaran dengan menghubungi Contact Center Pertamina 135.
Pertamina akan memberikan sanksi tegas kepada agen atau pangkalan LPG 3 kg yang melakukan penyimpangan. Sanksi yang telah diberikan adalah pemutusan hubungan usaha atau PHU. Selain itu juga pemberikan sanksi pemotongan suplai selama sebulan dan pemotongan alokasi tabung.
Fadjar menyebutkan, sejumlah agen atau pangkalan LPG 3 kg di Sumatera Utara yang melakukan penyimpangan telah diberikan sanksi tegas antara lain terhadap pelaku tindak pidana pengoplosan tabung gas elpiji bersubsidi di Kabupaten Pakpak Bharat pada 2024 ini.
Kemudian tindakan tegas lainnya kepada pemilik pangkalan yang mengoplos tabung gas bersubsidi di Jalan Cempaka, Kecamatan Delitua, Kabupaten Deli Serdang.
Demikian juga di Sumatera Barat, Pertamina memberikan sanksi kepada lembaga penyalur/agen dan lembaga sub penyalur/ pangkalan LPG 3 Kg yang beroperasi di Suka Damai, Desa Nagari Panti, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman.
Bahkan sebanyak 33 pangkalan LPG bersubsidi 3 Kg di Provinsi Jambi juga telah dicabut izin usahanya akibat melanggar aturan dalam bentuk menaikkan harga jual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan mendistribusikan tabung gas kepada pengecer.
“Pemberian sanksi tegas itu dilakukan Pertamina untuk memberikan efek jera,” ujar Fadjar.
BACA JUGA: Pertamina: Garda Terdepan dalam Menjaga Ketahanan Energi Nasional dan Mewujudkan Masa Depan Berkelanjutan
Menurut Fadjar, pendistribusian LPG 3 kg perlu dilakukan secara tepat sasaran mengingat gas melon ini merupakan barang penting sesuai ketentuan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015.
Dengan pemberian subsidi energi utamanya BBM dan LPG 3 kilo itu sangatlah besar pemanfaatan dan sasarannya bagi pengguna tertentu, yakni rumah tangga untuk memasak, usaha mikro dan kecil, nelayan sasaran, dan petani sasaran.
Bagaimana tidak, seorang ibu rumahtagga yang merupakan penggiat ekonomi lemah dan para pelaku usaha lainnya sebagai pedagang di sektor informal dapat memberikan kontribusi kepada perekonomian Negara.
Jadi, betapa besarnya kontribusi UMKM dalam menggerakkan ekonomi kerakyatan. Disitulah dibutuhkan kehadiran pemerintah dalam hal ini Pertamina dengan berbagai program subsidinya yang berbasis kerakyatan. (**)