Puluhan Aktivis Lakukan Aksi Global Climate Strike

MEDAN | kliksumut.com Puluhan aktivis dan mahasiswa berkumpul di titik Nol Kota Medan melaksanakan aksi damai Global Climate Strike (Gerakan iklim global), Jum’at (23/9/2022). Gerakan iklim global berlangsung serentak di seluruh dunia, bermula dari gerakan Greta Thunberg. Di Indonesia sendiri bernama “Jeda Untuk Iklim” yang pertama kali berlangsung di tahun 2019. Tema Global Climate Strike yang diangkat kali ini adalah Elit Makin Kuat, Rakyat Sekarat.

“Maka dari itu, tujuan aksi Global Climate Strike ini adalah untuk mendorong negara – negara G20, terutama Pemerintah Indonesia agar, pertama: Menuntut demokratisasi energy yang berkelanjutan dan dikelola oleh rakyar Indonesia. Kedua Mendorong Pemerintah untuk segera melakukan tindakan kongkrit mencapai Kesepakatan Paris dalam membatasi kenaikan suhu global sampai di angka 1,5º Celsius. Ketiga: Mendesak pemerintah meninggalkan energy fossil yang berkontribusi pada perubahan iklim di Indonesia. Kempat: Mendorong Pemerintah focus kepada memberikan pendanaan pada energy terbarukan yang ramah lingkungan untuk mempercepat transisi energy yang berkeadilan dan terakhir kelima: Mendorong terwujudnya kesepakatan-kesepakatan global yang membawa Indonesia keluar dari ketergantungan energi fosil yang menjadi penyebab terbesar krisis iklim,” sebut Aji Surya Abdi dari Yayasan Srikandi Lestari bersama Rimba Zaid dari Fossil Free Sumut, Cia dari XR Medan, Lusty Ro Malau dari Perempuan Hari Ini, Rianda Purba dari Walhi Sumut dan Mhd Alinafia Matondang, LBH Medan.

BACA JUGA: DPRD Sumut Dukung Aksi Buruh, Kirim Surat Ke Jokowi Batalkan Kenaikan BBM

Merujuk penelitian yang di terbitkan oleh lembaga riset asal Swiss tahun 2021, perubahan iklim memberikan kerugian perekonomian bagi Indonesia, kehilangan 10 % dari total nilai ekonominya apabila kesepakatan Paris 2050 tidak terpenuhi. Padahal pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memerangi perubahan iklim melalui Paris Agreement dimana pengurangan 29 % emisi CO2 dengan upaya sendiri dan mengurangi 41 % dengan dukungan internasional pada tahun 2030,” jelas Aji Surya Abdi dari Yayasan Srikandi Lestari bersama Rimba Zaid dari Fossil Free Sumut, Cia dari XR Medan, Lusty Ro Malau dari Perempuan Hari Ini, Rianda Purba dari Walhi Sumut dan Mhd Alinafia Matondang, LBH Medan.

Aji Surya juga menambahkan bahwa Paris Agreement adalah sebuah traktat internasional tentang mitigasi, adaptasi dan keuangan perubahan iklim pada tahun 2015. Persetujuan ini mengawal negaranegara untuk mengurangkan emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lain untuk membatasi pemanasan global kepada cukup di bawah 2,0 derajat Celsius.

“Perubahan cuaca seperti kekeringan, banjir, badai, dan kenaikan permukaan air laut yang berpotensi mengakibatkan kerugian finansial yang besar, rantai pasokan Nasional dan Internasional akan tergangu akibat tekanan Inflasi, Indonesia diperkirakan berpotensi memiliki kerugian ekonomi akibat krisis iklim mencapai 112,2 triliun pada tahun 2023,” ungkap Aji Surya.

Bahkan Aji Surya menilai dan menutup bahwa data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, mencatat kawasan Indonesia mengalami peningkatan suhu dalam kisaran 1 °C dan dapat bertambah mencapai 3 °C di akhir abad ini. Peningkatan 1 derajat Celcius berdampak cuaca ekstrem seperti siklon tropis, hujan ekstrem, angin kencang/puting beliung, gelombang tinggi, yang dapat memicu banjir, banjir bandang, tanah longsor dan bencana hidrometeorologi lainnya. BNPB menghitung ada 90% dari 5,400 bencana hidrometeorologis, tahun 2021 menghatam dari seluruh masyarakat Indonesia ini akibat krisis iklim.

Pos terkait