Hari Tani Nasional, APARA Lakukan Aksi Damai di Kantor DPRD Sumut Menuntut Penyelesaian Konflik Agraria

Hari Tani Nasional, APARA Lakukan Aksi Damai di Kantor DPRD Sumut Menuntut Penyelesaian Konflik Agraria
etua Koordinator Aksi, Suhariawan menuturkan bahwa aksi ini adalah sebagai bentuk penyampaian aspirasi dari beberapa organisasi rakyat dan tani Sumatera Utara bahwa konflik agragria yang terjadi di Sumatera Utara

MEDAN | kliksumut.com Dalam rangka Hari Tani Nasional Aliansi Pejuang Reforma Agraria (APARA) melakukan aksi damai di Bundaran SIP dan Depan Gedung DPRD Sumatera Utara, Selasa (26/9/2023) menuntut dan meminta untuk melakukan penyelesaian Konfik Agaria di Sumatera Utara.

Ketua Koordinator Aksi, Suhariawan menuturkan bahwa aksi ini adalah sebagai bentuk penyampaian aspirasi dari beberapa organisasi rakyat dan tani Sumatera Utara bahwa konflik agraria yang terjadi di Sumatera Utara bukannya terselesaikan malah makin menambah. Dan adapun proses yang dilaksanakan sama sekali tidak berpihak kepada rakyat, kriminalisasi kepada petani dan bahkan sering dibenturkan dengan aparat penegak hukum.

BACA  JUGA: YLBHI Ungkap Proyek Strategis Nasional Pemerintahan Jokowi 2017-2023 : Epicentrum Kekerasan bagi Rakyat dan Petani

“Contoh konrit salah satunya di Desa Rambung Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, masyarakat berhadapan dengan PT. Nirvana yang secara sepihak menerbitkan HGB nya di atas tanah masyarakat yang menimbulkan terjadinya konflik dengan masyarakat Rambung Baru dan Bingkawan. Ada juga di Futasi, Pematang Siantar dalam waktu 6 bulan berturut turut digusur oleh pihak PTPN IV,” jelas Suhariawan.

Ia juga menuturkan bahwa awalnya masyakarat sudah kurang lebih 18 tahun mengelola lahan tersebut, tapi sejak Oktober 2022 hingga hari ini mendapat intimidasi dan penggusuran untuk mengkosongkan lahan yang di klaim HGU oleh PTPN IV, padahal ada surat dari Walikota Pematang Siantar dulu menyatakan bahwa tidak boleh ada HGU di atas tanah Kota Pematang Siantar. Selanjutnya di Kabupaten Langkat daerah Pantai Gemi, dimana petani masyarakat adat yang lahannya terkena proyek pembangunan tol dan dijanjikan ganti rugi tidak hanya tanaman dan bangunan di atasnya namun juga tanahnya.

“Tapi sampai sekarang prosesnya belum terselesaikan. Serta masyarakat adat yang terdampak proyek Mega Deli Politan seperti di daerah Sampali, Helvetia sampai ke arah Bandar Khalifah Kota Medan yang sampai hari ini tinggal menunggu giliran kapan akan di gusur. Artinya apa, di masa pemerintahan Jokowi yang menjanjikan akan merestribusikan 9 juta hektar tanah tapi 0 persen untuk petani yang punya konflik atau tumpah tindih terhadap perkebunan negara, swasta maupun investor lainnya,” teriak Suhariawan dalam melakukan orasinya.

Suhariawan menambahkan bahwa DPRD sebagai wakil rakyat setidaknya lebih peka atau melihat lebih jauh seperti apa para nasib petani yang memang lahannya masih tumpang tindih dengan kekuasaan. Dan menginginkan regulasi atau aturan kebijakan pemerintah selama ini yang menurut mereka lebih berpihak kepada investor, DPRD harus bisa mencermati dampaknya bahwa banyak petani yang kehilangan hak hak atas tanahnya.

“Pada aksi tahun lalu DPRD menjanjikan kepada kami, akan melakukan RDP 5 sektor dan memanggil pihak – pihak yang bersentuhan langsung mulai ATR/BPN, Kepolisian dan dari pemerintahan itu sendiri untuk mencoba menemukan solusinya. Tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut dari DPRD smpai saat ini,” lanjut Suhariawan.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA: YLBHI Nilai Perppu Cipta Kerja Bentuk Pembangkangan Konstitusi

Adapun point – point yang di tuntut peserta aksi adalah:
1. Laksanakan reforma agaria sejati, tegakkan undang – undang pokok agraria dalam penyelesaian konflik agraria khususnya di Sumatera Utara.
2. Memberantas mafia tanah, tangkap dan adili yang telah menyengsarakan petani.
3. Utamakan pemenuhan hak atas rakyat terhadap program yang berpotensi menghilangkan penghidupan bagi petani
4. Menolak keberlanjutan proyek atau koorporasi yang menyengsarakan petani, masyarakat adat, nelayan dan kaum miskin kota dan desa atau yang lainnya.

Sampai saat ini aksi damai masih berlangsung karena belum ada anggota DPRD yang menemui peserta atau koordinator aksi untuk berdiskusi, alasan yang didengar bahwa mereka (anggota DPRD Sumut.red) sedang melaksakan reses. (Tim)

Pos terkait