MEDAN | kliksumut.com – Konglomerat yang termasuk kebal hukum, Mujianto alias Anam ditetapkan Resmi masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Mujianto yang dikenal luas kerap memiliki plat nomor polisi BK 6 tampa seri itu pun kini resmi berstatus sama dengan Ali Opek dan Samsul Tarigan. Kini statusnya dicari Negara untuk diseret dan di proses hukum.
Mujianto merupakan DPO pihak Kejari Medan sementara Ali Opek terjerat dalam kasus judi dan Samsul Tarigan dalam kasus penyerangan seorang polisi, merupakan DPO Polri dalam hal ini Polrestabes Medan, Polda Sumatera Utara.
BACA JUGA: Terkait Kasus Korupsi dan Pencucian Uang, MA Diminta Hukum Mujianto
Saat ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan resmi telah memasukaan nama Konglomerat asal Medan Mujianto alias Anam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus korupsi kredit macet yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp39,5 miliar.
Hal itu dikatakan langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Yos A. Tarigan saat dikonfirmasi wartawan melalui WhatsApp, Rabu (5/7/2023).
Dikatakannya bahwa, saat itu tim dari Kejari Medan mendatangi rumah Mujianto untuk melaksanakan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
“Diketahui (terpidana Mujianto) tidak berada di tempat. Berita acara pencarian terpidana ditanda tangani Rt setempat,” tegasnya.
Yos menegaskan, sebagaimana pada umumnya terpidana korupsi itu diterbitkan DPO untuk melaksanakan penetapan putusan kasasi Mahkamah Agung yang memutus dalam perkara bandingnya Mujianto bersalah.
“Hendaknya yang bersangkutan dapat menghormati putusan kasasi MA dan datang ke Kejari Medan. Untuk itu Kita mengimbau kepada para DPO agar segera menyerahkan diri, karena tidak ada tempat yang aman bagi DPO,” kata Yos kepada wartawan melalui keteranganya melalui WhatsApp, Rabu (5/7/2023).
Diketahui bahwa, MA membatalkan vonis bebas Mujianto di tingkat PN Medan. Mujianto dihukum 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan subsider 3 bulan kurungan.
Mujianto juga dijatuhi hukuman untuk membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara senilai Rp 13.400.000.000 (13,4 M), dengan subsider 4 tahun penjara.
Sementara dalam dakwaannya jaksa mengatakan Mujianto melakukan pengikatan perjanjian jual beli tanah kepada anggotanya bernama Canakya Suman seluas 13.680 m2 yang terletak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.
Seiring waktu berjalan, PT KAYA dengan Direkturnya Canakya Suman mengajukan kredit Modal Kerja Kredit Konstruksi Kredit Yasa Griya di bank plat merah tersebut dengan plafon Rp39,5 milyar guna pengembangan perumahan Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono dan menjadi kredit macet serta diduga terdapat Peristiwa Pidana yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Kemudian, dalam proses pencairan kredit tersebut tidak sesuai dengan proses dan aturan yang berlaku dalam penyetujuan kredit di perbankan, akibatnya ditemukan peristiwa pidana yang mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp39,5 M.
Pernah DPO dan Praktisi Hukum Pernah Minta Hakim Tolak Penangguhan Penahanan Mujianto
Ketua Pusat Studi Hukum Pembaharuan dan Peradilan (PUSHPA) Sumut, Muslim Muis SH pernah mengatakan dan meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan menolak permohonan penangguhan penahanan terdakwa Mujianto, selaku Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) terkait kasus dugaan pencucian uang senilai Rp39,5 miliar.
Ketika itu, menurut pengamat hukum Kota Medan itu, jika Mujianto Anam terdakwa tindak pidana korupsi tidak ditahan, maka akan mencederai rasa keadilan. Apalagi kasus ini merugikan negara hingga miliaran rupiah.
“Maling kecil langsung ditahan, dari kepolisian hingga, proses pengadilan. Nah ini kasus yang besar, bahkan kerugian negara sampai miliaran enggak ditahan aneh lah,” bebernya Muslim Muis, SH, Rabu (5/7/2023).
Muslim menerangkan, ketika harapan penolakan penangghuhan penahanan Mujianto Anam diindahkan, itu merupakan wujud dari salah satu alasan hukum dibuat untuk dapat menimbulkan efek jerah bagi pelaku yang melanggar hukum. Apalagi, tindak pidana korupsi yang merugikan banyak orang.
“Kita sudah sepakat, bahwa korupsi menjadi musuh kita bersama, jadi hakim harus ingat itu. Jadi saya berharap agar hakim tolak permohonan terdakwa Mujianto,” tegasnya.
Pengamat hukum itu juga mengatakan pernah berkoar lantang untuk mengingatkan agar majelis hakim tidak sembarang mengabulkan permohonan penangguhan yang diajukan.
BACA JUGA: Tahan Tersangka BTN dan Kembalikan Mujianto
“Jadi ketika itu saya di konfirmasi rekan media dan pernyataan saya buat Hakim juga harus betul-betul melihat alasan dan jaminan dari penangguhan tahanan tersebut. Kita tau terdakwa ini salah satu orang besar. Jadi, jangan sampai masyarakat berpikir. Iya lah dikabulkan, namanya juga orang kaya. Nah, saya gak mau itu terjadi. Dan ingat, apa risiko dari penangguhan. Kalau misalnya, hal yang tidak diinginkan terjadi, siapa yang mau bertanggungjawab,” tuturnya.
Selain itu, Muslim juga menegaskan, penangguhan penahanan terdakwa juga tidak layak dikabulkan karena rekam jejaknya yang sebelumnya, yang dinilai buruk di mata hukum.
“Gak cocok. Karena kan dia pelaku yang sudah pernah lari (DPO), rekam jejaknya kan sudah gak bagus. Makanya hakim jangan memberikan itu, gak layak ditangguhkan,” pungkasnya.
Hingga akhirnya sampai saat ini hal yang dia khawatirkan atas penolakan penangguhan penahanan Mujianto Anam oleh majelis hakim terbukti.
Kronologis
Sebelumnya dalam persidangan, Penasihat Hukum terdakwa Mujianto, Surepto Sarpan, mengajukan permohonan penangguhan penahanan untuk terdakwa Mujianto. Namun, Majelis Hakim yang diketuai Immanuel Tarigan belum mengabulkan permohonan, dengan alasan syarat yang diajukan masih ada yang kurang.
Sementara dalam dakwaan jaksa, terdakwa Mujianto didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selain itu terdakwa juga didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 Jo UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Menurut Jaksa, pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar. (WL/YS)