Putusan Pengadilan Gugatan WALHI kepada PT. NAN, Wujud Lemahnya Penegakan Hukum Perlindungan Satwa

Putusan Pengadilan Gugatan WALHI kepada PT. NAN, Wujud Lemahnya Penegakan Hukum Perlindungan Satwa
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumut, Doni Latuparisa bersama Kepala Devisi Sumber Daya Alam (SDA) LBH Medan, M. Alinapiah Matondang, SH., M.Hum dan Tim WALHI Sumut dan Tim LBH Medan

MEDAN | kliksumut.com WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan bersama para Ahli, Akademisi, serta organisasi masyarakat sipil telah mengajukan gugatan kepada PT Nuansa Alam Nusantara (NAN) yang memelihara satwa endemik secara ilegal sejak tahun 2017 hingga tahun 2019. Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Padang Sidempuan pada 1 April 2021 dengan Nomor Register Perkara: 9/Pdt.G/LH2021/PN Psp. Persidangan menghabiskan waktu lebih kurang 216 hari atau sebanyak 26 kali persidangan.

“Gugatan ini merupakan yang pertama kali diajukan di Indonesia untuk meminta agar korporasi bertanggungjawab atas tindakannya yang telah melakukan praktik eksploitasi satwa dilindungi secara illegal yang membuat mereka harus bertanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan yang mereka sebabkan. Pada putusannya, melalui persidangan yang dilakukan pada tanggal 2 November 2021 di Pengadilan Negeri Padang Sidempuan, hakim telah memutuskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh PT. Nuansa Alam Nusantara bukanlah perbuatan melawan hukum dan tidak inkonstitusional,” jelas Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumut, Doni Latuparisa bersama Kepala Devisi Sumber Daya Alam (SDA) LBH Medan, M. Alinapiah Matondang, SH., M.Hum.

Doni Latuparisa mengungkapkan bahwa rasionalisasi hakim menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh perusahaan semata-mata hanya ingin menyelamatkan satwa dari kepunahan. Alasan hakim tersebut jelas keliru, karena PT NAN bukanlah lembaga konservasi maupun pusat rehabilitasi yang memiliki otoritas/wewenang untuk melakukan tindakan penyelamatan spesies yang dilindungi.

BACA JUGA: Kematian Golfrid Siregar, Walhi Bentuk Tim Investigasi

Bacaan Lainnya

“Walhi Sumatera Utara dan LBH Medan menilai logika yang telah disampaikan oleh hakim telah keliru dalam memaknai tindakan yang dilakukan oleh korporasi. Melihat sejak tahun 2017 hingga tahun 2019. PT. Nuansa Alam Nusantara telah nyata memelihara satwa dilindungi dan memisahkan satwa dengan ruang habitatnya tanpa izin lembaga konservasi serta melakukan aktivitas dengan membuka wisata rekreasi kebun binatang secara komersil,” sebut Doni Latuparisa

Bahkan Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumut, Doni Latuparisa ini menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya telah jelas menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Melihat aktivitas yang dilakukan oleh PT. Nuansa Alam Nusantara tentunya tindakan ini sangat bertentangan dengan isi amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990.

“Terlebih lagi UU No. 32 Tahun 2009 menjelaskan bahwa mereka yang sangat merusak lingkungan harus bertanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Pengadilan di Indonesia dan global telah mengakui hal ini dalam kasus polusi, kasus deforestasi, dan kasus kesehatan masyarakat. Mereka juga akan segera mengenali ini dalam kasus perdagangan satwa liar illegal,” ungkap Doni Latuparisa.

BACA JUGA: Tiga Saksi Ditetapkan Tersangka, Kasus Kematian Aktivis Walhi Sumut

Putusan hakim dalam kasus ini tentunya memperpanjang rentetan catatan buruk bagi penegakan hukum di Indonesia untuk melakukan perlindungan dan penyelamatan terhadap satwa yang terancam punah serta pemulihan lingkungan hidup. Melihat masifnya perburuan satwa, aktivitas jual-beli satwa, serta laju kerusakan lingkungan hidup semakin memperkuat posisi pelaku untuk lepas dari proses penegakan hukum. Tentunya hal ini akan semakin memperparah kondisi ketimpangan struktur ekologis yang ada di Indonesia. WALHI Sumatera Utara dan LBH Medan melihat bahwa keputusan hakim bukanlah keputusan yang tepat. Oleh karena itu, perlu melakukan banding atas putusan yang telah diberikan oleh hakim saat ini.

“Terhadap putusan ini, Walhi Sumatera Utara akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, karena jelas apa yang dipertimbangkan oleh Majelis Hakim tingkat pertama mengandung kekeliruan yang nyata, salah satunya adalah melegalkan tindakan illegal yang dilakukan oleh PT NAN,” ucap Doni Latuparisa lagi. (wl)

Pos terkait