Pengacara Togar Lubis Bantah Kriminalisasi Terhadap Guru, Dugaan Korupsi Seleksi PPPK Langkat 2023 Mencuat

Pengacara Togar Lubis Bantah Kriminalisasi Terhadap Guru, Dugaan Korupsi Seleksi PPPK Langkat 2023 Mencuat
Meilisya Ramadhani, seorang guru honorer di SMP Negeri 1 Tanjungpura (kiri),Pengacara Togar Lubis (kanan). (kliksumut.com/ist)

REPORTER: Redaksi
EDITOR: Wali

KLIKSUMUT.COM | MEDAN – Polemik seputar dugaan kecurangan dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Langkat tahun 2023 terus memanas. Meilisya Ramadhani, seorang guru honorer di SMP Negeri 1 Tanjungpura, menjadi sorotan setelah melaporkan adanya kejanggalan dalam seleksi tersebut. Namun, tak lama setelah itu, Meilisya justru menghadapi diduga laporan kriminalisasi dari salah satu kuasa hukum Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Togar Lubis pada tanggal 24 September 2024 kemarin, yang membantah adanya tindak kriminalisasi dan menyebut tudingan itu sebagai kebohongan.

Togar Lubis menjelaskan bahwa Meilisya sebelumnya terdaftar sebagai calon legislatif (caleg) pada 18 Agustus 2023, namun pada 23 September 2023, ia mengikuti seleksi PPPK. Dalam proses seleksi tersebut, ia diwajibkan membuat pernyataan bermaterai elektronik yang menyatakan bahwa dirinya bukan anggota partai politik atau tidak terlibat dalam politik praktis. Pada 23 November 2023, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Langkat menetapkan Meilisya sebagai Daftar Calon Tetap (DCT) untuk DPRD Langkat 2024, padahal statusnya masih sebagai peserta seleksi PPPK.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA: Kriminalisasi Guru Honorer Pengungkap Dugaan Korupsi PPPK Langkat 2023: LBH Medan Sebut Upaya Pembungkaman

Menariknya, pada Januari 2024, Meilisya mengundurkan diri dari pencalonan sebagai caleg, namun berdasarkan aturan KPU, setelah terdaftar sebagai caleg tetap, seseorang tidak dapat menarik kembali pencalonannya. “Ini adalah kebohongan, orang ini mengundurkan diri sebagai guru honor namun tetap menerima honor sertifikasi. Ini jelas tidak boleh karena itu uang negara,” ujar Togar Lubis, Kamis (26/9/2024) melalui telpon yang sebelumnya saat dihubungi tidak aktif.

Kasus ini semakin pelik dengan adanya tuduhan dugaan korupsi dalam seleksi PPPK. Meilisya mengungkap bahwa terdapat kejanggalan dalam penambahan nilai Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) yang tidak sesuai prosedur, sehingga menyebabkan ratusan guru honorer dinyatakan tidak lulus seleksi.

Pengacara Togar Lubis membantah semua tuduhan yang dilontarkan terhadap kliennya dan menuduh Meilisya menyebarkan kebohongan. “Orang ini terus berbohong, bahkan sampai mengundurkan diri sebagai guru honor pada tahun 2022, tetapi masih menerima honor sertifikasi,” ujar Togar. Pengacara tersebut menegaskan bahwa pihaknya akan melaporkan kembali Meilisya atas dugaan tindak pidana lainnya, termasuk korupsi.

Dugaan Kecurangan dan Korupsi Dalam Seleksi PPPK

Sementara itu, keterangan yang diberikan oleh Meilisya dan beberapa guru lainnya menemukan sejumlah kejanggalan, termasuk adanya guru “siluman” yang lulus seleksi PPPK meski tidak pernah mengajar. Selain itu, terdapat dugaan suap dalam proses seleksi dengan nilai yang fantastis, berkisar antara 40 hingga 80 juta rupiah per peserta.

Para guru honorer yang merasa dirugikan oleh sistem seleksi ini menggelar aksi damai dan melaporkan kasus ini ke Polda Sumatera Utara serta Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Mereka menuntut keadilan atas kejanggalan yang terjadi dalam proses seleksi tersebut. Namun, perjuangan mereka tidak mudah. Beberapa guru mengaku dipecat secara sepihak dan diancam akan dimasukkan dalam daftar hitam jika terus memperjuangkan hak-hak mereka.

Kriminalisasi Meilisya: Upaya Pembungkaman?

Togar Lubis, dalam pembelaannya, menyangkal tudingan bahwa laporan terhadap Meilisya merupakan upaya kriminalisasi. Ia menegaskan bahwa Meilisya telah melanggar aturan dengan mengikuti seleksi PPPK sekaligus menjadi caleg tetap. “Semua dokumen sudah diserahkan ke KPU, tidak bisa ditarik lagi. Kalau dia sudah menjadi caleg tetap, dia tidak bisa mundur. Jadi mohon maaf, ini hanya kebohongan,” tambahnya.

Di sisi lain, LBH Medan yang mewakili Meilisya dan para guru honorer lainnya, menyebut laporan terhadap Meilisya sebagai upaya untuk membungkam suara-suara kritis. “Ini jelas kriminalisasi, upaya untuk membungkam perjuangan melawan korupsi. Kriminalisasi ini melanggar hak asasi manusia dan menciderai keadilan yang dijamin konstitusi,” kata Irvan Saputra, Direktur LBH Medan sebelumnya.

Meski demikian, ancaman kriminalisasi tidak menyurutkan semangat para guru honorer untuk terus memperjuangkan kebenaran. Mereka berkomitmen untuk mengungkap dugaan korupsi dalam seleksi PPPK hingga tuntas.

Sorotan Publik dan Tuntutan Keadilan

Kasus ini semakin menjadi perhatian publik mengingat tokoh-tokoh penting di Langkat, termasuk Kepala Dinas Pendidikan yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara, terlibat dalam polemik ini. Namun, hingga kini, mereka belum ditahan oleh pihak berwenang, yang semakin memicu kemarahan para guru dan masyarakat.

Meilisya dan para guru honorer lainnya bersama LBH Medan siap melanjutkan pertempuran hukum demi mendapatkan keadilan yang mereka perjuangkan. Mereka yakin bahwa kebenaran akan terungkap, meski harus menghadapi berbagai intimidasi dan ancaman.

BACA JUGA: LBH Medan Desak Polda Sumut dan PJ Bupati Langkat untuk Tindak Tegas 5 Tersangka Kasus Korupsi PPPK Langkat

“Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi sistem hukum di Langkat, tetapi juga menjadi simbol perjuangan para guru honorer di seluruh Indonesia dalam menuntut hak dan keadilan di tengah birokrasi yang penuh dengan korupsi dan kecurangan,” tambah Irvan.

Selanjutnya Irvan menjelaakan juga apa yang dilaporkan oleh Pengacara Kadis itu tidak benar, hal tersebut sangat tidak masuk akal. Jika di telisik dia pengacara kadis dan Kepala sekolah yang keduanya Tersangka PPPK, ini bisa dilihat secara nyata siapa yang berbohong.

“Terus yang dilaporkan tentang kejadian 1 tahun lalu dan itu pun tidak benar. Meilisya telah mengundurkan diri dan di amini Plt. Bupati Langkat. Terus parahnya dia bilang negara dirugikan, negara mana? Ini kan mengada-ada,” sebut Irvan lagi.

Bahkan Irvan juga mengukapkan kalau tidak mampu menyampaikan yang benar, mengada-adakan kesalahan. Maka orang yang awam hukum saja bisa menilai
laporannya itu mau mengkriminalisasi Meilisya. (KSC)

Pos terkait