Mafia Tanah Diduga Caplok Lahan PT Jui Shin di Deliserdang

Mafia Tanah Diduga Caplok Lahan PT Jui Shin di Deliserdang
Lahan industri milik PT Jui Shin Indonesia seluas 38,7 hektare

MEDAN | kliksumut.com Lahan industri milik PT Jui Shin Indonesia seluas 38,7 hektare di Deliserdang, Sumatra Utara diduga dicaplok mafia tanah.

Akibat pencaplokan itu, PT Jui Shin Indonesia menjadi terkendala melakukan penbembangan usaha dan bisnisnya.

“Padahal upaya pengembangan bisnis yang akan dilakukan PT Jui Shin Indonesia itu bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi, khususnya di Sumatera Utara ini,” kata kuasa PT Jui Shin Indonesia, Juliandi, Selasa (22/11/2023).

Bacaan Lainnya

BACA JUGA: Terkait Kasus Praktik Mafia Tanah Hingga Bakar Rumah, Dua Bulan LP Tahap Penyidikan Di Unit Harda Polrestabes Medan

Dijelaskan Juliandi, pencaplokan terjadi sejak April 2014 yang didahului dengan pendudukan lahan oleh massa ormas.

Bahkan hingga saat ini perusahaan masih menghadapi mafia tanah yang sudah mencaplok lahan industrinya sejak sembilan tahun lalu.

Pencaplokan lahan ini, katanya terjadi setelah pada 2007 Jui Shin membebaskan lahan seluas 38,7 hektare di Desa Saentis, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang.

Pembebasan lahan itu dilakukan dengan cara membeli atau mengganti rugi persil-persil yang dimiliki masyarakat.

Dari pembebasan lahan itu Jui Shin memiliki delapan sertifikat yang diterbitkan Kantor Pertanahan Deliserdang pada 1998.

Selain itu terdapat juga 132 Akta Pengoperan Hak Dengan Ganti Rugi (PHGR). Namun karena belum digunakan, Jui Shin membolehkan warga bercocok tanam di lahan tersebut.

Ternyata kebaikan Jui Shin terhadap warga untuk bercocok tanam di lahannya itu diduga dimanfaatkan sekelompok pemuda yang mengatas namakan ormas.

Karena lahan tersebut belum digunakan Jui Shin sebagai pemilik yang sah, sekelompok ormas itu diduga nekad mencaplok lahannya pada April 2014.

Sekelompok ormas itu datang ke lahan dengan membawa surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor 621.82/0169 tanggal 21 Februari 2014.

Sebenarnya, IMB yang ditunjukkan beralamat di Jalan Rumah Potong Hewan, Kelurahan Mabar Hilir dan diterbitkan Pemkot Medan. Namun mereka malah mengaku sebagai perwakilan dari pemilk lahan.

Dengan bermodal IMB, sekelompok pemuda itu lalu merusak pagar yang sudah dibangun Jui Shin di Dusun XIX Desa Saentis, Percut Seituan. Bahkan pagarnya pun dibuldozer kemudian mereka mendirikan pagar milik PT Kawasan Industri Mabar.

Perbuatan mereka lalu dilaporkan Jui Shin ke Polres Pelabuhan Belawan dengan nomor laporan polisi LP/264/IV/2014/SU/SPKT/ Pel.Blwn. Namun polisi tidak menindaklanjuti kasus itu ke tahap penyidikan.

Pada 2017 terbit 13 HGB tanah seluas total 17,5 hektare oleh BPN Medan untuk PT Kawasan Industri Mabar. Namun HGB dipecah-pecah dengan maksimal luas dua hektare.

“Ini juga salah, tidak boleh memecah karena dalam hamparan tanah yang sama,” ujar Juliandi.

Jui Shin kemudian mengadukan hal ini ke BPN Pusat hingga ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, pada 2021.

“Saya paparan di kementerian lalu dibentuk Tim Khusus Wakil Menteri. Ada tujuh hingga delapan kali saya paparan dengan membawa data. Baru pada 8 September 2022, Kementrian percaya sama kami sehingga kami disuruh buat pengaduan resmi ke Kementerian,” kata Juliandi.

Terhadap permasalahan tersebut sudah dilaksanakan audit investigasi yang dilakukan  Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN.

Dari hasil audit  diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kelemahan dalam penerbitan Sertifikat-sertifikat HGB atas nama PT Kawasan Industri Mabar.

Hal itu karena terdapat tumpang-tindih dan sengketa hak atas tanah yang belum terselesaikan. Kemudian, ada indikasi pemecahan bidang tanah untuk menghindari aturan kewenangan penerbitan SK Hak atas Tanah.

Selanjutnya rencana jalan dimasukkan ke dalam HGB serta banyak kesalahan lain dari sisi administrasi dalam proses penerbitan sertifikat.

Hal itu mengindikasikan adanya penyegeraan pekerjaan atau penerbitan secara paksa meski belum sesuai dengan ketentuan (maladministrasi).

BACA JUGA: Kepala BPN Sumut Dituding Jadi Antek Mafia Tanah

Karena itu, Jui Shin meminta Kepala Kanwil BPN Sumut bersikap objektif dan transparan dalam menangani kasus ini.

Jui Shin juga berharap Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN dapat menyelesaikan pencaplokan lahan ini.

Untuk diketahui, lahan milik Jui Shin di Dusun XIX Desa Saentis, dahulunya merupakan areal Eks HGU perkebunan tembakau dan coklat milik PNP IX. Hal itu sesuai dengan Peta Agraria Tahun 1980.

Berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 1973, wilayah Dusun XIX Desa Saentis di Kecamatan Percut Seituan tidak termasuk dalam wilayah yang diserahkan Pemkab Deliserdang kepada Pemerintah Kotamadya Medan.

Hal itu diperkuat dengan SK Gubernur Sumatera Utara No 579/H/G.S.U tertanggal 3 Desember 1973 tentang Serah Terima Perluasan Wilayah Kota Medan.

“Kita berharap kasus ini bisa diselesaikan oleh pihak yang berkompeten berdasarkan data dan fakta-fakta yang ada. Sehingga Jui Shin selaku pemilik yang sah bisa melanjutkan pengembangan usaha dan bisnisnya. Tentunya itu akan memberikan dampak yang besar bagi perekonomian daerah ini,” pungkas Juliandi. (swisma)

Pos terkait