Konvergensi Media Siber Pengaruhi Pasar Informasi

Konvergensi Media Siber Pengaruhi Pasar Informasi
Waliyono, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Darma Agung Medan.

OLEH : WALIYONO

MEDAN | kliksumut.com Masyarakat memandang istilah komunikasi sudah menjadi istilah yang biasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, bukan lagi istilah ekslusif milik kelompok tertentu seperti sejumlah istilah keilmuwan lain. Komunikasi sudah menjadi kata pasaran yang dapat digunakan oleh siapapun, dalam konteks apapun dan dimanapun. Setiap orang memiliki kebebasan untuk meggunakan sekaligus mempersepsikan istilah komunikasi sesuai degan pendekatan masing-masing.

Komunikasi memang sudah menjadi istilah yang familiar dalam keseharian kehidupan manusia, bahkan dalam persepsi manusia, dalam kehidupan hewan pun terjadi komunikasi sebagaimana sejumlah hasil penelitian yang mengarahkan pada lahirnya komunikasi hewani. Hewan dapat berkembang biak karena berkomunikasi. Warna warni suara burung, monyet, kambing, dan binatang lainnya menunjukkan warnawarninya makna yang sedang dikomunikasikan.

Pergaulan zaman sekarang pada umumnya, seseorang tidak dapat lepas dari orang lain. Agar pergaulan kita lancar, bahasa adalah alat yang paling penting dalam bergaul dengan orang lain. Maka dari itu bahasa merupakan alat komunikasi, komunikasi merupakan pertukaran pesan. Dengan berkomunikasi kita dapat menjalin hubungan dan bekerjasama dengan orang lain yang ada disekitarnya. Proses komunikasi ditujukan untuk menciptakan penyampaian suatu pesan kepada orang lain, yaitu dengan komunikasi yang efektif.

BACA JUGA: Rusia Bisa Serang AS dengan Serangan Siber

Secara etimologi, kata “komunikasi” berasal dari bahasa Inggris communication. Biasanya kata “komunikasi” diartikan dan dikenal dengan “komunikasi” begitu saja, dan orang orang sudah mampu mendeskripsikannya, meskipun tidak semuanya tepat. Konon kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. Maksud dari kata “sama” itu adalah sama dalam makna. Ada pula yang menyebut komunikasi dari akar kata communico yang berarti berbagi.

Sejatinya, komunikasi adalah bentuk interaksi antar manusia. Perbedaan unik antar manusia yang sangat heterogen, membuat pola komunikasi juga begitu beragam. Seseorang yang memiliki asal-muasal adat yang berbeda, memiliki cara pandang yang berbeda pula terhadap suatu hal, termasuk dalam cara penerimaan pesan komunikasi. Begitu pula seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang berbeda, jenis kelamin yang berbeda, pola asuh keluarga, lingkungan tempat dia berada, bahasa yang digunakan, sosiodemografis yang berbeda, membuat cara berpikir dan berkomunikasi sangat bervariasi. Inilah yang membuat interaksi antar masyarakat.

Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media, baik elektronik maupum media cetak sebagai saluran/chanel dalam menyampaikan pesan komunikasi kepada khalayak. Menurut Maletzke “Komunikasi Massa diartikan setiap bentuk komunikasi yang menyatakan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran tehnis secara tidak langsung dan satu arah pada public yang tersebar”. Sedangkan menurut Freidson “Komunikasi Massa dialamatkan pada sejumlah populasi dati berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus populasi. Komunikasi juga mempunyai anggapan tersirai akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan komunikasi agar komunikasi itu dapat mencapai pada saat yang sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat”.

Menurut Redi Panuju menyatakan bahwa “Secara empiris sulit untuk membahas masalah komunikasi massa hanya berdasarkan pengertian-pengertian yang telah ditulis oleh para ahli sebelum tahun 2000. Sebab pada era tersebut komunikasi massa masih memperlihatkan keperkasaannya sebagai entitas tunggal yang sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Televisi, radio, dan surat kabar dianggap sebagai media yang mempunyai efek sangat besar pada masyarakat luas. Beberapa generalisasi penelitian penelitian pada era sebelum abad ke-21 menunjukkan kedigdayaan tersebut, sehingga teori-teori efek media yang kuat (the powerful effect theory) seperti teori Peluru dan Jarum suntik menjadi daya tarik para pembuat kebijakan publik yang berkaitan dengan komunikasi massa”.

Tantangan industri surat kabar di era teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini sangat berat apalagi setelah lahir media baru (new media) yang berbasis internet. Kemajuan teknologi itu menambah kecepatan beredarnya berita. Media cetak seperti surat kabar dan majalah kalah bersaing kecepatan dengan media elektronik, televisi, dan internet. Benturan antara media cetak dengan media yang berbasis internet, atau yang sering disebut dengan new media itu semakin bertambah hebat. Melalui online journalism berbasis internet, siapapun bisa menjelajahi berita atau informasi tanpa ada kendala ruang dan waktu. Informasi menjadi begitu sangat cepat dan mudah diakses.

Hal Ini sangat berbeda dengan penerbitan dan penyiaran konvensional (surat kabar, radio, televisi) yang cenderung menciptakan institusi yang arogan. Mereka memperlakukan berita bagaikan sebuah ceramah yang searah, yaitu dari pemberi ke penerima yang menjadi audien. Dalam era digital sekarang, reportase dan produksi masa depan akan lebih merupakan suatu konversasi atau sebuah seminar. Garis antara konsumen dan produsen menjadi kabur. Teknologi telah memungkinkan jutaan orang untuk bicara bebas dan didengar.

Perkembangannya, hadirnya media baru berbasis internet menjadi sebuah tantangan bagi media konvensional, khususnya surat kabar. Tantangan itu bahkan ada yang mampu menyentuh jantung pertahanan industri surat kabar dan membuat sejumlah surat kabar ternama, baik di dalam negeri dan di luar negeri menjadi korban. Ada surat kabar yang ditutup dan ada sebagian lagi pindah ke versi online. Melihat kondisi seperti ini, kalangan praktisi dan pengamat media massa memiliki analisis yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa penyebab utama runtuhnya surat kabar adalah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menghadirkan media baru berbasis internet.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA: Penguji UKW PWI Sepakat, Materi Uji Direvisi Secara Konvergensi Media Online

Namun, ada juga yang mengatakan, penyebab banyaknya media cetak yang tutup usia bukan semata-mata karena tren masyarakat yang menggandrungi media baru, tetapi karena media cetak tidak menawarkan ruang yang lebih nyaman bagi industrialisasi. Sedangkan pada saat yang sama, media baru berbasis internet menawarkan apa yang tidak dimiliki media cetak dengan berbagai kekurangan dan kelebihannya.

Dampak nyata dari tumbuh suburnya media baru adalah turunnya minat khalayak terhadap surat kabar (media cetak), baik dalam hal penjualan koran dan penjualan jasa iklan. Inilah revolusi teknologi informasi dan komunikasi yang menyebabkan orang dengan cepat mengetahui berita dan dengan cepat pula mengirimkan berita, sehingga terjadilah komunikasi yang efektif. Kondisi seperti ini memberi dampak lanjutan bagi industri surat kabar yang akan mempengaruhi kelangsungan hidup bisnis surat kabar itu. Dari sinilah dimulainya kepanikan industri media massa, khususnya media cetak atas serbuan media baru berbasis internet itu. Inilah fenomena dan gejala-gejala baru yang saat ini menimpa industri surat kabar.

Teknologi informasi mutakhir telah berhasil menggabungkan sifat-sifat teknologi telekomunikasi konvensional yang bersifat masif dengan teknologi komputer yang bersifat interaktif. Fenomena ini lazim disebut dengan konvergensi, yakni bergabungnya media telekomunikasi tradisional dengan internet sekaligus. Kunci dari konvergensi adalah digitalisasi karena seluruh bentuk informasi maupun data diubah dari format analog ke format digital sehingga dikirim ke dalam satuan bit (binary digit). Karena informasi yang dikirim merupakan format digital, konvergensi mengarah pada penciptaan produk-produk aplikatif yang mampu melakukan fungsi audiovisual sekaligus komputasi. Kemajuan yang dihasilkan oleh teknologi informasi memungkinkan sebuah media memfasilitasi aktivitas komunikasi interpersonal yang termediasi.

Penyebaran konten melalui berbagai saluran bisa dipandang sebagai salah satu bentuk konvergensi media yang dilakukan para pelaku industri informasi. Dimensi konvergensi media tidak hanya dalam hal teknologi dan kepemilikan (konglomerasi), namun juga konten. Konvergensi media, adalah alur konten di berbagai platformmedia dan kerjasama antar institusi media. Konvergensi juga berarti migrasi perilaku audience yang mengakses apa saja untuk mencari jenis pengalaman hiburan yang mereka inginkan.

Terkait dengan proses konvergensi konten yang dilakukan, Dailey, Demo, dan Spillman (2005) mendefinisikan lima tahap konvergensi media berdasarkan tingkat partisipasinya yang lebih dikenal dengan sebutan convergence continuum (konvergensi kontinum). Nastiti (2012) menyatakan bahwa model ini banyak digunakan khususnya terkait dengan prosess konvergensi pemberitaan yang dilakukan dalam organisasi ruang berita atau newsroom. Konvergensi kontinum ini merupakan model yang berfungsi sebagai instrumen untuk mendefinisikan dan mengevaluasi tahapan proses konvergensi yang terjadi dalam suatu ruang berita dan bukan untuk menilai keberhasilan suatu ruang berita (Dailey, 2005).

Tidak seperti media cetak yang menunjukkan pertanda masa-masa penurunan, saat ini media siber dan jurnalisme siber terus mengalami perkembangan secara pesat. Perkembangan jurnalisme online saat ini sangat pesat akibat didukung perkembangan dan kemajuan teknologi internet. Jurnalisme online merupakan suatu terobosan dalam penyebaran berita. Dengan kemajuan internet saat ini, setiap orang bisa mengakses berbagai informasi tanpa harus bersusah payah mencari atau membelinya. Terobosan terbaru saat ini adalah memberikan kesempatan pada warga biasa untuk ikut menyebarkan berita yang didapatnya. Mereka dapat berpartisipasi untuk membuat berita, termasuk memberitakan berita yang mereka buat.

Kehadiran media online memunculkan ”generasi baru” jurnalistik, yakni jurnalisme siber. Karakter jurnalisme siber antara lain kecepatan penyajian, real time langsung dipublikasikan pada saat kejadian sedang berlangsung, interaktif, dan diperkaya dengan link atau tautan kepada informasi terkait. Jurnalisme online dan jurnalisme konvensional memang merupakan jurnalisme yang mempunyai perbedaan yang sangat mendasar, baik dari media yang digunakan, pelaku atau pekerja didalamnya, hingga penyusunan serta penampilan pesannya yang juga berbeda, namun keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Keberadaannya tidak bisa dikatakan sebagai media yang berlawanan atau saling berkompetisi, namun juga sebagai media yang dapat saling melengkapi dalam kegiatan jurnalistik atau dalam dunia jurnalisme. Kehadiran kedua jenis jurnalisme tersebut pada intinya memiliki tujuan yang sama, yakni berusaha untuk memenuhi kebutuhan atau menyajikan informasi atau berita yang penting bagi masyarakat atau khalayak luas. Namun, cara dan sistem yang digunakan adalah berbeda, serta penyajiannya, menjadikan kedua jurnalisme tersebut terlihat sebagai sebuah jurnalisme atau media jurnalisme yang saling berkompetisi atau bersaing.

Saat ini terjadi ledakan pertumbuhan media siber. Dari perkiraan 47.000 media yang ada di Indonesia saat ni, sebanyak 43.300 di antaranya adalah media siber. Namun dari Data Dewan Pers melalui webiste Dewan Pers https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers yang terdata dan terverifikasi terbaru pada, Rabu (15/2/023) di Dewan Pers sebagai perusahaan yang memenuhi persyaratan UU No 40 Tahun 1999 dan Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers sebanyak 1.711 media sedangkan untuk siber 902 media secara Nasional, sedangkan untuk Sumatera Utara 78 seluruh media sedangkan untuk siber 55 media saja. Tentu saja hal ini menimbulkan berbagai problem, mulai masalah etik, nama media, hingga perilaku wartawan yang mengaku dari media siber, dan lain-lain.

Mau tidak mau untuk mempertahankan kelangsungan hidup, industri media harus berubah dengan melakukan inovasi sembari tetap menjaga komitmen untuk kualitas dan standar etika yang tinggi. Perkembangan internet saat ini telah banyak mengubah dunia jurnalisme. Bagi jurnalisme, teknologi seperti pedang bermata dua, bisa positif dan bisa negatif. Teknologi baru bisa menjadi alat dasar untuk bertahan hidup dalam milenium baru, namun di sisi lain justru telah menggusur jurnalis sekaliber apa pun karena tidak beradaptasi dengan skill yang kompatibel dengan yang dibutuhkan teknologi baru.

Akan tetapi, kendati dipandang membantu kerja jurnalis dan industri media secara umum, ternyata tidak semua teknologi baru, termasuk teknologi digital, yang sekarang ini berkembang pesat diadopsi secara otomatis oleh jurnalis dan pengelola media. Teknologi digital adalah teknologi berbasis biner yang mengubah objek menjadi data digital, serta memungkinkan transmisi data menjadi lebih cepat dalam kapasitas lebih besar. Bentuknya bisa berupa televisi digital, audio digital, percetakan digital seperti buku dan koran digital, termasuk penggunaan web 2.0, perlengkapan media digital, komputer, laptop dan jaringan internet dalam berbagai ukuran, bentuk dan fungsi.

Jurnalisme online lahir pada tanggal 19 januari 1998, ketika Mark Drugle membeberkan cerita perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dengan Monica Lewinsky atau yang sering disebut monicagate. Ketika itu Drugle berbekal sebuah laptop dan modern, menyiarkan berita tentang monicagate melalui internet. Semua orang yang mengakses internet segera mengetahui rincian cerita monicagate. Sedangkan di Indonesia, Jurnalisme Online kebanyakan lahir pada saat jatuhnya pemerintahan Suharto di tahun 1998, dimana alternatif media dan breaking news menjadi komoditi yang di cari banyak pembaca. Dari situlah kemudian tercetus keinginan membentuk berbagai jurnalisme online.

Jurnalisme online menjadi berbeda dengan jurnalisme tradisional yang sudah dikenal sebelumnya (cetak, radio, TV) bukan semata-mata karena mengambil venue yang berbeda; melainkan karena jurnalisme ini dilangsungkan di atas sebuah media baru yang mempunyai karakteristik yang berbeda baik dalam format, isi, maupun mekanisme dan proses hubungan penerbit dengan pengguna atau pembacanya.

Kemampuan media online mendistribusikan berita dengan gratis, lebih cepat, interktif dan saat itu juga (event on the making) dianggap media massa mainstream sebagai kondisi yang tepat untuk memperluas jaringan pembaca dan yang cukup penting menumbuhkan loyalitas. Sinergitas antara platform cetak dan online melahirkan kekuatan membentuk media konvergensi. Maka lahirlah apa media konvergensi adalah bersatunya semua bentuk komunikasi media ke sebuah bentuk elektronik, bentuk digital, yang digerakkan oleh komputer dan berfungsinya teknologi jaringan.

BACA JUGA: Di Konvensi Media Massa Hari Pers Nasional 2023, Gubernur Jamin Kebebasan Pers di Sumut

Media konvergen tak bisa dipungkiri dapat memicu kompetisi untuk dapat merebut pasar, entah iklan atau pembaca. Media konvensional pun kini berbondong-bondong membangun situs, membuat akun di situs jejaring sosial, hingga membuat blog. Hal ini tak lain merupakan upaya untuk meraup pembaca (readership) yang lebih beragam, juga menambah pundi-pundi keuangan lewat iklan di media online. Di lingkungan yang sangat kompetitif saat ini, iklan di media online dianggap lebih efektif dengan jangkauan audiens yang lebih luas dan besar. Media online yang lebih interaktif, lebih digemari sebagai media pemasaran baru. Fitur yang unik telah menjadi populer di kalangan pengguna (user/partisipan) dan pengiklan.

Secara khusus, konvergensi teknologi informasi menyebabkan bergesernya pola perilaku manusia dalam bekerja, belajar, mengelola lembaga bisnis maupun perusahaan, menjalankan pemerintahan, maupun dalam melakukan perdagangan. Sejalan dengan hal itu, dalam dunia jurnalisik juga memengaruhi pola perilaku jurnalis. Kini, jurnalis tidak hanya dituntut memiliki kompetensi 6 M (mencari, memeroleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi) namun harus memperkuat aspek pengetahuan, keterampilan, keahlian dan sikap kerja terkait pelaksanaan tugas kewartawanan itu sendiri. Di era konvergensi media, kewajiban bagi jurnalis menguasai dunia online, sehingga kinerja yang dimilikinya tidak akan mengalami kemerosotan dan tidak ketinggalan zaman. Seorang jurnalis yang tidak mengerti atau bahkan tidak menguasai dunia online, maka bisa dikatakan kinerjanya sangat tidak bagus atau tidak up to date. Jika hal ini dipertahankan, maka akan dapat merugikannya maupun media yang mempekerjakannya.

Perkembangan teknologi internet telah menimbulkan perubahan dan perkembangan dalam dunia komunikasi massa. Karena internet, muncullah media baru atau new media. Kemunculan media baru tersebut mengubah cara masyarakat mendapatkan informasi melalui media. Awalnya, masyarakat mendapatkan informasi dan berita melalui media lama, seperti surat kabar, majalah, atau televisi. Namun setelah berkembangnya media baru, masyarakat juga mendapatkan informasi melalui media online yang dianggap lebih mudah diakses dan bersifat real time.

Konvergensi komunikasi media massa merupakan bagian dari perkembangan teknologi saat ini, hingga memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan dunia komunikasi media massa. Konvergensi media menjadi alat komunikasi yang memberikan keluasan dalam mendapatkan informasi serta kemudahan berinteraksi secara luas. Dan hal inilah yang digunakan manusia saat ini dalam menemukan informasi atau berita dengan cepat dan aktual melalui akses berbasis online atau internet. Konvergensi media muncul akibat dari dampak peningkatan teknologi secara global yang membuat perubahan mendasar pada dunia jurnalisme atau dunia media massa, teknologi suatu bagian yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia di era saat ini. Dengan teknologi baru dan konten-konten yang baru, di mana media harus beradaptasi pada perubahan zaman salah satu contoh bentuk konvergensi media yang telah terjadi di Indonesia, yaitu pada media online.

(Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Darma Agung Medan)

Pos terkait