Alasan Koperatif, 5 Tersangka Korupsi PPPK Tidak Ditahan, LBH Medan: Polda Sumut Mempermalukan Institusi Polri

Alasan Koperatif, 5 Tersangka Korupsi PPPK Tidak Ditahan, LBH Medan: Polda Sumut Mempermalukan Institusi Polri
5 Tersangka Korupsi PPPK Tidak Ditahan. (kliksumut.com/ist)

EDITOR: Wali

KLIKSUMUT.COM | MEDAN – Kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat tahun 2023 memicu kontroversi. Penanganan kasus yang dinilai tebang pilih ini, menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, telah mempermalukan institusi Polri, terutama Polda Sumatera Utara (Sumut).

Polda Sumut telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, termasuk Kepala Dinas Pendidikan, BKD, Kasi Kesiswaan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat, serta dua tersangka lainnya, Rohayu Ningsih dan Awaluddin. Namun, yang menjadi sorotan adalah kelima tersangka tersebut tidak ditahan dengan alasan bersikap kooperatif.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA: Kriminalisasi Guru Honorer Pengungkap Dugaan Korupsi PPPK Langkat 2023: LBH Medan Sebut Upaya Pembungkaman

Kebijakan ini menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat, terutama para guru honorer yang menjadi korban dalam kasus ini. Mereka mempertanyakan mengapa para tersangka tidak ditahan, padahal dalam kasus serupa di Madina dan Batu Bara, semua tersangka ditahan oleh pihak kepolisian.

LBH Medan Kritik Tajam Polda Sumut

Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, SH., MH mengkritik keras keputusan Polda Sumut yang dinilai memberikan keistimewaan kepada tersangka. “Ini bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga integritas. Polda Sumut telah mempermalukan institusi Polri dengan memberikan perlakuan istimewa kepada para tersangka kasus korupsi ini,” ujarnya.

Irvan menekankan bahwa dalam kasus PPPK di Madina dan Batu Bara, semua tersangka langsung ditahan. Sementara itu, di Langkat, lima tersangka yang terlibat dalam dugaan korupsi tidak kunjung ditahan. LBH Medan menilai bahwa Polda Sumut menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum korupsi di Sumatera Utara.

“Ini jelas menunjukkan bahwa ada perlakuan yang berbeda dalam penanganan kasus korupsi. Jika di Madina dan Batu Bara tersangka ditahan, mengapa di Langkat tidak?,” tambahnya.

Desakan Penahanan Tersangka

LBH Medan menegaskan bahwa Polda Sumut seharusnya segera melakukan penahanan terhadap kelima tersangka sesuai dengan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut LBH Medan, penahanan ini penting untuk menjaga keadilan dan memastikan bahwa hukum berlaku sama bagi semua pihak.

Tidak hanya itu, LBH Medan juga mendesak agar Polda Sumut menetapkan aktor utama dalam kasus ini sebagai tersangka. Irvan menduga adanya keterlibatan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Langkat dan Sekretaris Daerah Langkat, yang merupakan Ketua Panitia Seleksi Daerah (Panselda), dalam skandal ini.

Gugatan Guru Honorer dan Kemenangan di PTUN

Kasus PPPK Langkat tidak hanya dilaporkan ke Polda Sumut, tetapi juga berujung pada gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Ratusan guru honorer yang menjadi korban, sekitar 103 orang, mengajukan gugatan terhadap pengumuman kelulusan seleksi yang dikeluarkan oleh Plt. Bupati Langkat, Syah Afandin.

Dalam putusannya, PTUN Medan mengabulkan gugatan para guru dengan membatalkan pengumuman kelulusan tersebut. Pengadilan juga memerintahkan Pejabat (PJ) Bupati untuk mencabut pengumuman dan mengumumkan kembali kelulusan sesuai hasil Computer Assisted Test (CAT).

Keputusan PTUN ini menjadi bukti bahwa telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses seleksi PPPK Langkat tahun 2023, khususnya untuk fungsional guru.

BACA JUGA: LBH Medan: Pelanggaran HAM di Langkat, 103 Guru Honorer Dicurangi dalam Seleksi PPPK 2023, Rekomendasi Komnas HAM Diabaikan

Tuntutan Keadilan dan Penegakan Hukum

Dengan adanya keputusan PTUN yang membuktikan kecurangan dalam seleksi PPPK, LBH Medan semakin mendesak agar penahanan terhadap lima tersangka segera dilakukan. Mereka juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tidak memihak.

“Ini bukan hanya soal dugaan korupsi, tetapi juga pelanggaran terhadap UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), UU Tindak Pidana Korupsi, dan berbagai regulasi lainnya,” tegas Irvan.

Kasus ini, menurut LBH Medan, harus menjadi pelajaran bagi penegak hukum agar tidak ada lagi kasus serupa yang mencoreng wajah hukum di Indonesia. Penanganan yang tegas dan adil sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Polri dan sistem hukum di negeri ini. (KSC)

Pos terkait