Tanah Milik Masyarakat Desa Sineubok Jaya Diklaim BKSDA Aceh

Tanah Milik Masyarakat Desa Sineubok Jaya Diklaim BKSDA Aceh
Koordinator Forum Pembela Tanah Air (PeTa) T.Sukandi

REPORTER: Dahyati
EDITOR: Bambang Nazaruddin

KLIKSUMUT.COM | ACEH SELATAN – Masyarakat Desa Sineubok Jaya Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan sedang terancam kenyamanan dan keamanannya. Pasalnya, tanah garapan yang mereka miliki diklaim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh masuk kawasan Suaka Marga Satwa Rawa Singkil.

Bacaan Lainnya

Menurut Koordinator Forum Pembela Tanah Air (PeTa) T. Sukandi, Jumat (12/7/2024), padahal masyarakat Sineubok Jaya telah mendapat status tanahnya telah bersertifikat hak milik

Dijelaskan, pada era Pemerintahan Presiden Soeharto dilakukan Program Nasional Transmigrasi untuk mensukseskan pelaksanaan program pemerataan pembangunan. Saat itu masyarakat diajak oleh Pemerintah untuk turut serta mengsukseskan progaram nasional ini dengan meminta masyarakat turut serta menjadi peserta transmigrasi.

Ia menuturkan bahwa masyarakat tranmigrasi dari Jawa di datangkan ke Trumon Aceh Selatan serta dengan mengikutsertakan masyarakat lokal sebagai tranmigrasi lokal, mereka bermukim satu desa di lokasi Desa Simeubok Jaya Kecamatan Trumon Dalam dengan jumlah mereka 300 KK (lebih kurang 600 Jiwa).

BACA JUGA: Bupati Karo Harus Tegas Dalam Menangani Konflik Tanah Di Siosar, Sudah Dua Masyarakat Jadi Tersangka

Lanjutnya, pada saat itu pemerintah Indonesia memberikan jatah hidup (jadup) pada mereka selama mereka belum berhasil menggarap tanah garapan untuk penghidupan mereka.

“Pada 1996 semua peserta program transmigrasi di berikan sertifikat seluas 2 hektar tanah oleh Pemerintah atas nama Negara kepada semua KK tranmigrasi di Trumon Aceh Selatan sebanyak 900 lembar sertifikat (1 KK menerima 3 sertifikat dengan rincian 1 lembar sertifikat untuk rumah dengan luas 25 x 100 meter, 1 lembar sertifikat untuk tanah garapan satu dengan luas 75 x 100 meter dan tanah garapan 2 dengan luas 100 x 100 meter maka genap jumlahnya 2 hektar tanah/KK”, terangnya.

Ironisnya, tambah T. Sukandi, pada saat ini seakan-akan masyarakat transmigrasi ini dianggap seperti Warga Negara Asing yang telah merampok tanah milik orang lain, pada hal mereka adalah Warga Negara Indonesia (bukan WNA) yang sama hak dan kewajiban dimata hukum dan Pemerintahan Negara Republik Indonesia (pasal 27 ayat (1) UUD 1945).

“Demikian juga dengan tanah yang mereka miliki bahwa, setiap warga negara berhak atas tanah yang dimilikinya berdasarkan status yang sah dengan diberikan hak untuk mendapatkan hasil dari tanah yang mereka miliki tersebut (pasal 9 ayat 2 UU nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok Agraria)”, kata T. Sukandi

“Saya mengharapkan pada semua pihak terkait dimohon di dalam kasus sengketa tanah di Seuneubok Jaya Kecamatan Trumon Dalam Kabupaten Aceh Selatan ini mohon penyelesaiannya dengan cara-cara memanusiakan atau kemanusiaan”, ucap Sukandi.

BACA JUGA:  Hindari Konflik dilapangan Koperasi Mentari laporkan Sengketa Tanah Ke Pihak Kepolisian

Lanjutnya, dulu masyarakat diajak untuk mengsukseskan program pemerintah setelahnya demi kepentingan lainnya hak-hak mereka diabaikan sepetinya mereka bukan Warga Negara Republik Indonesia saja. Demikian juga pemerintah sekarang ini secara nasional mengajak masyarakat ikut serta menurunkan inflasi dengan program ketahanan pangan tetapi nyatanya di dalam implementasinya jauh berbeda.

“Bila masyarakat tranmigrasi Trumon tidak dapat lagi tinggal dan mengambil hasil dari kebun di atas tanah mereka sendiri maka sama dengan pemerintah telah membunuh mereka semua supaya tidak bisa lagi hidup di negaranya sendiri, pungkasnya. (KSC)

Pos terkait