“Istilah tali asih juga dinilai tidak pas karena secara psikologis pengertian itu bersifat merendahkan,” kata mantan Direktur LBH Medan ini.
Kata Kusbianto, PTPN III berkeyakinan, pemberian suguh hati merupakan itikad baik perusahaan untuk menyelesaikan sengketa lahan antara mereka dan petani penggarap yang sudah sedemikian berlarut-larut.
Menurutnya, pemberian suguh hati dilakukan mengingat proses penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi di pengadilan dan non-litigasi yang ditempuh selama ini belum maksimal menyelesaikan masalah yang ada.
Masyarakat menolak putusan pengadilan yang menerbitkan eksekusi pengosongan lahan. Jika terjadi bentrokan, perusahaan sering menjadi sasaran kemarahan, PTPN dituding sebagai pelaku kekerasan dan tuduhan lainnya.
“Pemberian suguh hati menjadi pilihan untuk meminimalisir semua konflik tanah areal perkebunan sekaligus menyelesaikan masalah tanpa masalah baru,” kata Konsultan Hukum PTPN III ini.
BACA JUGA: Undhar Motivasi Mahasiswa Baru Melalui PBAK
Ayah tiga putra dan satu putri dari istri tercinta Herawaty SPd ini menambahkan, pemberian suguh hati dipandang efektif, manusiawi serta dapat memperbaiki hubungan perusahaan dengan masyarakat penggarap.
Hal ini juga sejalan dengan internalisasi nilai-nilai perusahaan yang peduli terhadap masyarakat di lingkungan perkebunan.
Disebutkannya, pemberian suguh hati terus disosialisasikan perusahaan kepada masyarakat melalui berbagai kesempatan.
“Ide itu perlahan mulai diterima petani. Satu persatu petani mewakili keluarganya menyatakan kesediaan menerima suguh hati dari perusahaan. Mereka yang telah menandatangani berita acara serah terima pemberian suguh hati selanjutnya meninggalkan lahan milik PTPN III kata pria kelahiran Jambi 29 Desember 1957 ini. (swisma)