Pernyataan 10 Ekonom Tentang Resesi Indonesia

Pernyataan 10 Ekonom Tentang Resesi Indonesia
Ilustrasi (ist)
Pernyataan 10 Ekonom Tentang Resesi Indonesia
Ilustrasi (ist)


JAKARTA | kliksumut.com – Bayangkan yang sudah dialami Indonesia, kini di ambang resesi setelah perekonomian anjlok sangat dalam karena Covid-19. Perekonomian di kuartal II-2020 bahkan terkoreksi hingga 5,32%. Sehingga 10 Ekonom secara gamblang menanggapi resesi yang akan terjadi di Indonesia.

Bahkan kontraksi yang dalam ini dinilai sulit untuk pulih di kuartal III, sebab virus Covid-19 masih terus menyebar dan mengharuskan pemerintah masih menerapkan kebijakan pembatasan sosial.

Baca juga : Santy Ngutik Bincang Bisnis Sachertorte Boutique Cake Saat Pandemi

Hingga, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa kali mengatakan bahwa perekonomian di kuartal III kemungkinan masih akan berada di zona negatif. Namun, kontraksinya memang tidak akan sedalam di kuartal II lalu dikutip dari cnbcindonesia.com.

Para pengamat ekonomi tanah air bahkan menegaskan saat ini Indonesia sudah berada di jurang resesi. Hanya tinggal menunggu waktu pengumuman perekonomian kuartal III saja sebagai penegasan.

Berikut pandangan 10 ekonom terkait Indonesia yang akan dan bahkan sudah masuk jurang resesi:

1. David Sumual BCA

Sudah resesi. Bukan hal aneh karena menurut World Bank 93% negara dunia akan masuk resesi. Maka nggak heran kalau Indonesia juga resesi. Karena negara-negara maju aja di prediksi akan masuk resesi.

2. Piter Abdullah CORE

Resesi itu sedang kita jalani. Nanti Oktober hanya sekedar pernyataan resminya saja kalau Kita resesi. Prosesnya sedang kita jalani. Jadi bukan akan resesi, tapi kita sudah di tengah resesi. Tapi menurut saya resesi itu bukan isu utama. Resesi itu tidak terelakkan. Kita tidak mungkin mendorong konsumsi dan investasi kembali normal ketika kondisinya masih tidak normal. Masih ada wabah.

Jadi fokus yang harus dilakukan saat ini, setidaknya sampai akhir tahun, seharusnya bukan menghindari krisis, melainkan menanggulangi wabahnya sembari menyelamatkan masyarakat dan dunia usaha agar tidak mati duluan di tengah wabah.

3. Bhima Yudhistira INDEF

Indonesia dipastikan masuk resesi pada kuartal ke-III 2020. Gairah belanja masyarakat masih rendah disertai dengan belum optimalnya belanja pemerintah karena serapan yang rendah. Disisi lain baik investasi maupun ekspor menunggu sinyal pemulihan ekonomi global yang sayangnya volatilitas justru meningkat jelas Pilpres AS pada November mendatang.

4. Wisnu Wardana Bank Danamon

Perlu melihat resesi dari gejala, penyebab, dan situasinya. Penting juga membedakan resesi dengan depresi. Setuju kalau depresi perlu dikhawatirkan, dan kalau bisa resesi dihindarkan. Namun, sebaiknya tidak memperlakukan resesi sebagai depresi, apalagi jika sampai membuat keputusan yang bersifat jangka pendek dalam dorongan suasana ketakutan.

5. Ari Kuncoro Ekonom UI

Kemarin kita melihat masih resesi, tapi masih lebih bagus dari negara-negara lain. Sekarang masalahnya untuk meningkatkan mobilisasi masyarakat perlu protokol kesehatan, nah masalahnya protokol kesehatan yang mengawasi siapa. Itu harus komponen daerah. Cuma sebanyak-banyaknya aparat, banyak orang di jalan, kesadarannya masih belum tinggi. Ini harus ditekan lagi.

Jadi kala resesinya itu, indikatornya cukup dua bulan berturut-turut negatif. Kemudian penjualan ritel turun, mobil turun, PMI turun, lalu lintas di bandara turun. Nah, kita ini sudah beberapa naik, PMI udah 50,8. Indeks keyakinan konsumen untuk barang tahan lama sudah mulai naik. Jadi intinya sekarang ini masih negatif, tapi lagi naik. Apa ini bisa dibilang resesi?

Kalau sampe negatif secara teknis, ya dua kali negatif. Tapi ada indikator yang lain. Indikator yang lain harus diperhatikan. Ini belum menuju resesi, seperti yang dirasakan orang. Karena orang udah mulai bergerak.

Masalahnya kelas menengah belum belanja sepenuhnya, jadi mereka harus berani naik mobil ke luar kota, karena itu yang memutar perekonomian. Jadi recycle menengah atas ke luar-luar kota. Itu yang menciptakan pertumbuhan.

Jadi saya lagi nunggu dan harus lihat triwulan III, data September tuh biasanya keluarnya Oktober, makanya kita tidak bisa mengandalkan data itu. Makanya kita lihat indikator yang tadi. IKK itu September gimana, kalau konsisten membaik, berarti triwulan 3 tidak terlalu rendah pertumbuhannya.

Bahkan pemerintah sudah bilang negatif kecil, bahkan 0%. Kalau itu terjadi, situasinya tidak menuju resesi tapi perlambatan ke arah pemulihan. Kecuali kalau -5% lagi itu resesi. Kita melihat perbaikan yang terus menerus.

6. Fithra Faisal Ekonom UI

Kalau untuk skenario resesi, most likely akan kita alami juga di kuartal III, karena kuartal II negatif, kuartal III seharusnya punya momentum untuk tumbuh positif, tapi saya rasa agak sulit kuartal III ini akan positif. Meskipun, ada beberapa tanda-tanda mendukung. Indeks PMI kita kan naik sudah sampai level 50,8. Dan itu progresif, Mei-Juni-Juli dari 28, 39, 46, dan ke 50,8. Berarti sudah masuk ke level ekspansi.

Ini searah juga dari tren ekspor terutama, ketika industri menggeliat, ekspornya juga naik. Kita lihat 2 bulan terakhir, sampai Juli ekpsornya tumbuh secara mtm. Ini sebenarnya berita bagus, tapi itu aja sebenarnya gak cukup.

Kalau kita lihat secara umum, meski mobilitas naik, tapi bisa atau tidaknya untuk menghindari pertumbuhan ekonomi negatif itu tergantung sekali lagi sama variabel kesehatan. Makanya saya rasa sulit di kuartal III ini untuk mencapai skenario positif. Kalau kuartal III udah negatif, berarti udah resesi.

Jadi berdasarkan skenario yang pernah kita bicarakan sebelumnya, di 2020 ini kalau misalnya sampai September belum flat, itu bisa perekonomian kita negatif, forecastnya -0,8%, dan mungkin bisa sampai -2% worst casenya tergantung pandeminya bisa flat atau nggak.

7. Didik J. Rachbini Ekonom Senior INDEF

Resesi sudah keniscayaan jangan melawan arus besar pandemi. Hindari atau cegah pandemi dulu baru ekonomi akan jalan.

Baca juga : Vaksin Virus Corona, Bill Gates Minta Distribusikan dan Tidak Untuk Bisnis

8. Adrian Panggabean Chief Economist Bank CIMB Niaga

Definisi resesi itu standar, dan teknik perhitungannya sudah baku karena konsep resesi adalah bagian dari konsep business cycle. Kalau memakai definisi standar dan teknik perhitungan baku tersebut, Indonesia sudah dalam zona technical recession sejak kuartal I-2020. Di kuartal II-2020 kita sudah tiga kuartal berturut-turut bertumbuh negatif secara quarter-on-quarter seasonally-adjusted GDP. Dan menurut saya technical recession ini akan terus berlanjut tiga kuartal lagi sampai kuartal I-2021.

9. Josua Pardede Ekonom Bank Permata

Ya memang kuartal III ini kan data-datanya belum cukup menjanjikan ya. Kalau kita lihat kemarin data IKK dari BI trennya meningkat dari 3 bulan terakhir ini. Dari bulan Juni-Juli-Agustus. Tapi kalau kita lihat di sini, tren dari IKK belum cukup mengkonfirmasi apakah daya beli masy kembali pulih.

Dan juga hari ini adalah survei penjualan juga belum ada perbaikan signifikan. Di kuartal III memang stimulus udah mulai bekerja, tapi memang dampaknya belum signifikan sampai dengan Agustus lalu. Sehingga makanya kuartal III ini masih berpotensi untuk positif kembali.

Sehingga makanya, pada tahun ini Indonesia berpotensi mengalami resesi, karena kuartal II dan kuartal III mengalami pertumbuhan negatif. Perkiraan saya sih masih di kisaran negatif 2-3% di kuartal III dan kuartal IV positif, tapi full yearnya masih negatif 1% untuk keseluruhan tahun 2020.

10. Putera Satria Sambijantoro Bahana Sekuritas

Tidak dapat dipungkiri bahwa kelas menengah Indonesia, yang masih dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi yang tinggi, akan terus menahan diri untuk tidak membeli dan memilih untuk menabung. Selama kasus Covid-19 terus meningkat, tahun 2020 bagi orang Indonesia akan tetap menjadi ‘The Year of Spending Cautious’.

Pemulihan yang lamban untuk belanja ritel tersier, terutama untuk barang-barang kelas atas seperti otomotif dan barang-barang rumah tangga, juga harus dipantau secara ketat, mengingat efek penggandanya terhadap investasi dan manufaktur.


Pos terkait