Perlu Sinergitas Antar Sektor Untuk Kendalikan Polusi Udara Di Indonesia

MEDAN | kilksumut.com – Isu perlindungan konsumen tidak bisa dipisahkan dengan isu lingkungan global. Kedua isu ini seperti sekeping mata uang. Sebab pola dan perilaku konsumsi konsumen, berdampak terhadap lingkungan; khususnya sektor energi dan transportasi.

Mengacu pada fenomena tersebut, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menggelar dialog publik bertajuk ‘Sinergitas Sektor Transportasi Dan Energi Dalam Pengendalian Pencemaran Udara Di Indonesia, Khususnya Di Medan, Semarang, Yogyakarta, Makasar dan Denpasar, pada Kamis, (23/11/2023). Dialog publik tersebut dilakukan secara daring dan disiarkan langsung oleh Radio KBR, dan direlay ratusan jaringaan radio di daerah.

Hadir nara sumber dalam dialog diantaranya Direktur Pengendalian dan Pencemaran Udara KLHK Lukmi, GM PLN Indonesia Power PLTU Suralaya Irwandi Lubis, Ketua KPBB Ahmad Syafrudin, dan Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi. Dialog publik juga diikuti oleh para Kepala Dinas, SKPD, bloger, pers mahasiswa, ormas, LPKSM/LSM, jurnalis, konsumen, dan influencer muda.

BACA JUGA: Bobby dan Ridwan Kamil Uji Coba Sekaligus Sosialisasikan Sepeda Motor Listrik

Bacaan Lainnya

Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebutkan, sejumlah poin menjadi sorotan dalam dialog publik diantaranya; memberikan dukungan pada isu Nett Zero Emition pada 2060 karena sektor transportasi dan sektor energi sangat berperan signifikan untuk mewujudkan program Nett Zero Emition.


Poin berikutnya adalah persoalan polusi udara tidak bisa diselesaikan secara sektoral saja, tapi harus sinergis, dari sisi hulu (energi) dan sisi hilir, yakni transportasi.

“Selain itu di sektor ketenagalistrikan dan keberadaan PLTU juga patut disorot, sebab PLTU juga menjadi obyek yang berkontribusi terhadap produksi emisi gas buang,” ujar Tulus.

Dialog juga mengulas kelayakan emisi pada kendaraan yang angat penting, sehingga dipastikan kendaraan yang mengaspal di jalan raya adalah kendaraan yang telah lulus uji emisi.

Tidak hanya itu, kualitas BBM yang dipakai kendaraan bermotor pribadi harus kompatibel dengan jenis kendaraannya, baik demi lingkungan atau manfaat bagi mesin kendaraannya.

“Poin yang tidak kalah penting adalah pemerintah juga diingatkan terkait gugatan publik Citizens Law Suit yang memutuskan pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal pencemaran udara oleh Hakim Mahkamah Agung. Oleh karena pemerintah, Presiden RI dan jajarannya, dimandatkan untuk memperbaiki kualitas udara di Indonesia,” terang Tulus.

BACA JUGA: Aksi Power Up Medan: Orang Muda Medan Serukan Pilih Presiden Peduli Bumi

Tulus juga menegaskan, guna perbaikan kualitas udara di Indonesia, khususnya di Medan, Semarang, Yogya, Bali dan Makasar dapat ditempuh dengan; membudayakan penggunaan angkutan umum untuk mobilitas sehari-hari. Oleh karena itu Pemerintah Daerah (Pemda), Pemerintah Kota (Pemko) didorong untuk memperbaiki dan merevitalisasi sarana angkutan umum di daerahnya masing-masing.

Selain itu, kendaraan pribadi diwajibkan menggunakan jenis bahan bakar yang kualitas baik, minimal standar Euro 2 dan paling ideal adalah Standar Euro 4.

“Pemerintah didorong untuk memproduksi BBM yang ramah lingkungan dengan harga yang lebih rasional. Sebab, selama ini BBM yang lebih bersih harganya dianggap masih mahal,” tambah Tulus.

Guna mewujudkan harga yang lebih terjangkau pada BBM ramah lingkungan, diperlukan subsidi/insentif. Oleh karena itu, sebaiknya subaidi BBM eksisting yang saat dilekatkan pada pertalite dan solar sebesar Rp 67 triliun, bisa dimigrasikan pada BBM yang lebih ramah lingkungan tersebut. Dengan demikian, ada dua manfaat, yakni harga BBM akan lebih terjangkau dan kualitas BBM-nya lebih baik.

“Selain itu, dianggap penting untuk menggalakkan uji emisi bagi kendaraan bermotor, dan bahkan perlu adanya sanksi atau tilang emisi bagi kendaraan yang terbukti tidak lulus uji emisi,” ujar Tulus.

Tidak ketinggalan hal penting lain adalah menginisiasi kendaraan listrik, baik untuk pribadi atau untuk angkutan umum. Namun, kendaraan listrik belum begitu menarik bagi konsumen karena harganya relatif masih mahal, pelayanan purna jual juga belum jelas, belum cukup bengkel dan biaya penggantian batere masih mahal.

BACA JUGA: Malaysia dan Singapura Keluhkan Asap Karhutla Indonesia, Ini Tanggapan Jokowi

Untuk itu, diperlukan kebijakan transisi energi untuk mengurangi polusi, sebab migrasi ke produk energi yang baru dan terbarukan tidak bisa tiba-tiba.

Harus diakui, sementara ini energi fosil masih merajai BBM nasional dan butuh proses untuk menggantikannya dengan energi lain yang jauh lebih ramah lingkungan. Setidaknya, energi fosil yang digunakan adalah yang rendah emisinya.

Tidak mungkin menghapus energi fosil jika tak ada penggantinya yang andal dan terjangkau. Termasuk mereposisi PLTU, tapi harus ada pengganti PLTU yang aksesibiltasnya baik, harganya terjangkau, dan andal.

“Sangat perlu secara terus menerus melakukan edukasi pada generasi milenial agar gemar menggunakan angkutan umum untuk menunjang aktivitasnya. Sebab, presentase generasi milenial yang menggunakan angkutan umum masih sangat minim,” sebut Tulus. (Fik)

Pos terkait