Penghayat Kepercayaan Masih Temui Kendala dalam Layanan Administrasi dan Pendidikan

Penghayat Kepercayaan Masih Temui Kendala dalam Layanan Administrasi dan Pendidikan
Organisasi perempuan penghayat kepercayaan Puan Hayati mencatat masih banyak warga penghayat yang belum bisa merevisi kolom agama di KTP. (VOA/Rio Tuasikal)

Hambatan lain juga muncul akibat minimnya koordinasi dan sosialisasi antar-instansi di daerah terkait putusan MK tentang penghayat kepercayaan. Kendati sudah ada putusan MK yang menyatakan bahwa masyarakat penghayat kepercayaan setara dengan agama dan dapat mengubah identitasnya baik di KK maupun KTP, tetapi ketika melakukan perubahan tersebut masih sering memerlukan waktu yang cukup lama.

“Mungkin karena kurangnya koordinasi antar lembaga tingkat pusat maupun daerah sehingga informasi yang diterima ketika kami melakukan perubahan masih minim. Mungkin juga karena terjadinya pergantian pimpinan instansi yang belum mengetahui keberadaan penghayat kepercayaan,” ungkap Sintia.

Bacaan Lainnya

Sintia melanjutkan, kendala pelayanan publik di wilayah Kabupaten Bandung bukan satu-satunya hambatan bagi penghayat kepercayaan. Namun juga ada layanan pendidikan yang menjadi hambatan yakni kolom kepercayaan dalam biodata siswa, pencatatan kolom nilai, tenaga pengajar, dan kebijakan sekolah.

“Itu beberapa hambatan dalam pelayanan publik yang dialami oleh kami sebagai penghayat kepercayaan,” tandasnya.

Anggota dewan pakar Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), Wila Chandrawila Supriadi, berharap pada pelaksanaan putusan MK itu seluruh komponen lembaga dan instansi harus memperhatikan hak konstitusional dari penghayat kepercayaan.

“Saya berharap pada peraturan pelaksanaannya yang berkaitan dengan masalah pencatatan dukcapil itu juga harus memperhatikan hak konstitusional dari penghayat kepercayaan,” ujarnya.

BACA JUGA: ‘Market Sounding’ Pembangunan IKN Nusantara Mundur ke September 2022

Sementara itu, Direktur Pendaftaran Penduduk Ditjen Dukcapil Kemendagri, David Yama, mengatakan pihaknya telah menerapkan putusan MK terkait penghayat kepercayaan. Meskipun pada praktiknya masih ada pelayanan administrasi kependudukan (adminduk) yang belum maksimal.

“Ya itu suatu proses. Itu tugas yang berat tapi itu harus kami lakukan perlahan-lahan untuk memastikan bahwa semua terakomodir,” ucapnya.

Menurut David, perjalanan untuk penghayat kepercayaan mendapatkan tempat dalam administrasi kependudukan itu cukup panjang sejak tahun 1955. Kemudian pada tahun 2017 MK mengeluarkan putusan yang menyatakan status penganut kepercayaan dapat dicantumkan dalam kolom KK dan KTP sebagai penghayat kepercayaan tanpa memerinci keyakinannya.

“Itu langsung kami akomodir dengan surat edaran. Bahkan diperkuat dengan dikeluarkannya Perpres No 96 Tahun 2018 di mana salah satunya ada mengatur pencatatan penghayat kepercayaan termasuk di dalamnya mengurus bagaimana perkawinan dan pengakuan anak bagi penghayat kepercayaan,” jelasnya.

Berdasarkan data dari Ditjen Dukcapil Kemendagri per April 2022, jumlah penghayat kepercayaan ada di 37 provinsi dan 391 kabupaten/kota. Daerah dengan jumlah penghayat kepercayaan terbanyak berada di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, yakni 25.121 jiwa. Sedangkan, daerah dengan jumlah penghayat kepercayaan paling sedikit ada di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, dengan 2.128 jiwa. (VOA)

Pos terkait