Penanganan Pasien COVID-19, PPNI Minta Rekrut Perawat Bukan Mahasiswa

63 Pasien Meninggal Akibat Krisis Oksigen di RSUP Dr Sarjito Yogyakarta
Seorang perawat di RSUP dr Sardjito mengenakan satu set alat pelindung diri (APD) lengkap. (Foto Nurhadi Sucahyo/VOA)

“Saya bandingkan dengan misalnya kemarin ada BUMN yang membuka semacam rumah sakit tambahan untuk 300 bed. Dalam satu hari sudah penuh orang yang daftar. Karena jelas di situ, dapat gaji plus insentif dari Kemenkes, plus tambahan kalau peningkatan BOR, asrama dan sebagainya,” kata Harif.

Faktor ketiga adalah pengalaman para perawat sendiri melihat pemberian insentif dari pemerintah daerah yang terlambat. Padahal, sudah jelas dana insentif untuk perawat itu sudah disediakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Bacaan Lainnya

“Proses pencairannya kan sesuai dengan proses pencairan anggaran biasa. Bagaimana komitmen kepala daerah? Uangnya ada, aturannya ada, kenapa terlambat? Menteri Keuangan mengatakan insentif nakes di daerah itu baru terealisasi Rp900 miliar dari Rp8,1 triliun,” tambah Harif.



Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan perawat mengenai komitmen kepala daerah terkait insentif bagi mereka. Harif menegaskan, perawat memiliki keahlian, membutuhkan peralatan dan menjaga kesehatan diri, dan semua itu butuh biaya. Tidak mungkin beban itu harus dibayarkan oleh para perawat sendiri.

Sejumlah daerah, seperti Jakarta, Jawa Timur dan Yogyakarta, dilaporkan mengalami kekurangan perawat. Jawa Timur misalnya, membutuhkan setidaknya tambahan lebih dari 4.500 tenaga kesehatan. Namun ketika sebuah rumah sakit membuka lowongan bagi 50 perawat, hanya enam orang yang mendaftar. Begitu pula dengan Yogyakarta yang membuka kesempatan bagi 200 tenaga kesehatan mayoritas perawat, hanya 33 orang yang mendaftar hingga program berakhir.

Dalam konferensi virtual evaluasi pelaksanaan PPKM Darurat, Sabtu (18/7) petang, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyinggung soal insentif tenaga kesehatan. Meski realisasi masih dipertanyakan di lapangan, anggaraan untuk kebutuhan ini ditambah seiring program baru pemerintah.

“Insentif nakes diberikan tambahan karena rumah sakit-rumah sakit darurat membutuhkan tenaga dokter dan tenaga kesehatan. Akan direkrut 3.000 doker baru dan 20 ribu perawat. Dimana insentifnya harus disediakan. Maka kami menambahkan Rp1,08 triliun, di atas Rp17,3 triliun bagi insentif tenaga kesehatan,” kata Sri Mulyani.

BACA JUGA: 5 Dosis Vaksin Covid-19 Tidak Sengaja Diberikan Delapan Perawat Jerman

Dengan tambahan itu, total anggaran untuk insetif tenaga kesehatan melalui pemerintah pusat adalah Rp18,4 triliun.

“Nanti percepatan untuk pencairan, Bapak Menkes yang bisa menjelaskan. Tetapi kita sudah menyediakan anggarannya,” lanjut Sri Mulyani.

Selain itu, pemerintah juga menyediakan Rp 5,9 triliun untuk klaim perawatan pasien COVID-19. Jumlah itu sesudah ada penambahan lebih dari Rp25 triliun, sebagai konsekuensi peningkatan jumlah pasien di seluruh tanah air. Sedangkan untuk penyediaan obat, dianggarkan Rp1,17 triliun. Pembangunan rumah sakit darurat di Surabaya, Boyolali, Bandung dan Yogyakarta yang saat ini masih berlangsung, akan membutuhkan dana Rp 2,75 triliun. (voa)



Pos terkait