YOGYAKARTA | kliksumut.com – Organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) meminta pemerintah mempertimbangan rencananya untuk mengerahkan 20 ribu mahasiswa perawat tingkat akhir untuk membantu penanganan pasien COVID-19.
Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah kepada VOA dikutip kliksumut.com, Minggu (18/7), mengatakan profesi perawat memiliki sejumlah risiko, terutama persoalan hukum karena menyangkut keselamatan pasien. Unsur ini harus menjadi pertimbangan ketika pemerintah memutuskan untuk memobilisasi mahasiswa perawat tingkat akhir.
Menurut Harif Fadhillah, secara keperdataan, masalah hukum mungkin bisa dilimpahkan ke pemerintah sebagai pemberi tugas. Namun, tanggung jawab pidana tetap ada di masing-masing pihak. Untuk itu, Harif meminta aspek perlindungan ini harus dijelaskan terlebih dahulu sebelum diputuskan dan pemerintah juga harus memberikan jaminan terkait hal itu.
Karena itulah, Harif mengusulkan pemerintah mengoptimalkan perekrutan perawat terlebih dahulu, karena Indonesia memiliki jumlah yang sangat cukup. Untuk tahun ini saja, jumlah lulusan mencapai 33.000 perawat di seluruh Indonesia. Hanif menambahkan, yang dibutuhkan adalah penyederhanaan prosedur administrasi.
“Kami membantu bagaimana memfasilitasi percepatan yang dibutuhkan mereka, misalnya STR, sertifikat kompetensi. Kita sekarang lagi lobi Kemendikbud, lobi ke Kementerian Kesehatan, ke Konsil Keperawatan, Majelis Kesehatan, untuk bagaimana memotong jalur-jalur yang bisa di potong supaya tidak ada hambatan,” kata Harif.
Kedua, Harif juga mengkritisi penggunaan kata relawan dalam setiap program perekrutan perawat oleh pemerintah daerah. Lebih baik kata tersebut dihilangkan, karena bagaimanapun perawat bekerja profesional.