Pemberantasan Korupsi dan Mentalitas Penegak Hukum

Pemberantasan Korupsi dan Mentalitas Penegak Hukum
Dr Ahmad Fadhly Roza SH MH

Oleh: Dr Ahmad Fadhly Roza SH MH

KLIKSUMUT.COM – Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) bukan berdasarkan kekuasaan (machstaat), norma tersebut bermakna bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin semua warga negara sama kedudukannya dihadapan hukum (equality before the law), hukum sebagai urat nadi seluruh aspek kehidupan.

Bacaan Lainnya

Hukum dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan bangsa, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Negara Indonesia saat ini, sedang giat melaksanakan pembangunan, tentu sangat membutuhkan suatu kondisi terciptanya tujuan pembangunan nasional yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila, diantara kondisi tersebut adalah penegakkan supremasi hukum. Kondisi hukum Indonesia secara umum selalu dicerminkan dari aparat dan perangkat hukum yang ada.

Secara sosiologis peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam pemberantasan korupsi akan tetapi konsep feodalisme yang massif, terstruktur sehingga membuat aparat dan perangkat hukum terkesan tidak berdaya.

BACA JUGA: Optimalisasi Pembelajaran Melalui Program MBKM Sebagai Praktik Nyata Menuju Dunia Kerja

Menurut Jeremy Pope (New Zeland) korupsi makin mudah ditemukan di berbagai bidang kehidupan. Pertama karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi jadi lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika tidak ada pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagian besar orang. Kedua tidak ada tranparansi dan tanggung gugat sistem integritas publik. Sedangkan menurut Ali Bin Abi Thalib R.A. “al haq bila nizham yaghlibuhu al bathil bin nizham” kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan dengan kebatilan yang terorganisir.

Korupsi telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga memerlukan penanganan yang luar biasa. Selain itu, upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan serta perlu didukung oleh berbagai sumber daya lainnya seperti peningkatan kapasitas kelembagaan serta peningkatan penegakan hukum guna menumbuh kesadaran dan sikap masyarakat yang anti korupsi.

Untuk mewujudkan tujuan negara diperlukan norma hukum serta aparatur penegak hukum yang profesional, berintegritas, dan disiplin yakni Kepolisian sebagai penyidik, Kejaksaan sebagai penuntut umum, Peradilan, termasuk juga Komisi Pemberantasan Korupsi dan Advokat yang kesemuanya memegang peran dan fungsi sangat penting dalam pemberantasan korupsi.

Fenomena hukum di masyarakat yang mengemuka beberapa waktu belakangan ini banyaknya dugaan kasus-kasus korupsi yang menjerat Para pejabat atau para penegak hukum tidak melakukan sesuatu terhadap dugaan kasus korupsi dikarenakan praktik korupsi di Indonesia dianggap sudah melembaga dan sistematis.

Undang-Undang Pemberantasan Tipikor belum cukup efektif membuat takut dan menimbulkan efek jera bagi para koruptor. Itu disebabkan karena mentalitas penegak hukum belum maksimal dalam pemberantasan korupsi. Kelemahan lain tersebut disebabkan karena adanya permainan di tingkat lembaga pemasyarakatan. Sehingga koruptor yang berstatus narapidana tetapi masih dapat menikmati fasilitas sebagai layaknya bukan orang hukuman.

BACA JUGAPernikahan Sirri Menurut Fiqih Klasik dan Hukum Positif

Tamak yang disebabkan karena kedudukan, jabatan dan kekuasaan, hal ini menjadi daya tarik yang sangat dahsyat, karena jika kekuasaan dipegang maka hartapun mudah didapat. Ketamakan ini merupakan sikap tercela yang dapat merusak tanggungjawabnya baik kepada Tuhan maupun kepada masyarakat. Ketamakan menandakan adanya ketergantungan dan penghambaan manusia terhadap kekuasaan. Disini terlihat kehinaan dan kenistaan dari sikap tamak.

Ibnu Atha’illah berkata, “Tidaklah tumbuh dahan-dahan kehinaan, kecuali dari benih ketamakan.” Oleh karena itu, janganlah menanam benih ketamakan dalam hati kita sehingga tumbuh pohon kehinaan, maka dari dahan dan rantingnya akan tumbuh kehinaan bercabang-cabang. Bagaimana dengan kita? Untuk menghindari sikap tamak ini hendaknya kita memperkuat keyakinan pada sifat-sifat Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa Dia Maha pemberi rezeki juga menjamin rezeki semua makhluk. (KSC)

Penulis: Advokat dan Dosen STIH Graha Kirana

Pos terkait