OTT Kejagung dan Strategi Pengawasan Hakim

OTT Kejagung dan Strategi Pengawasan Hakim
Dr Ahmad Fadhly Roza SH MH, Advokat dan Dosen STIH Graha Kirana Medan

Oleh: Dr Ahmad Fadhly Roza SH MH

KLIKSUMUT.COM – Banyaknya hakim yang terjerat kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam perkara tindak pidana korupsi, bahkan yang sangat memprihatinkan kita semua baru-baru ini adalah penangkapan tiga Hakim PN Surabaya oleh Kejagung terkait kasus suap vonis bebas terdakwa Robert Tannur dalam perkara pembunuhan, tidak tangung-tangung uang yang disita dari Kejagung sebesar Rp20 Milyar, jumlah yang sangat fantastis, tidak cukup disitu Kejagung juga menangkap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) yang sengaja didesain untuk mengawal putusan bebas Terdakwa Robert Tannur di MA.

Bacaan Lainnya

Dari penangkapan tersebut Kejagung menyita uang senilai Rp920 Milyar dan emas 51 kg, tidak cukup sampai disitu Kejati DKI Jakarta juga menangkap Panitera Pengadilan Jakarta Timur yang diduga menerima uang Rp1 Milyar guna mempercepat pelaksanaan eksekusi uang senilain Rp244,6 Milyar terkait sengketa pertanahan milik PT Pertamina. Sebagai praktisi hukum, penulis tidak heran dan sudah menjadi rahasia umum, ini membuktikan praktik suap di negara kita sudah merajalela, massif dan terstruktur, bahkan sebelum perkara dilimpahkan ke Pengadilan atau sebelum diajukan gugatan, para mafia hukum bisa memilih siapa hakim yang akan memihak dan menguntungkan dirinya tentu dengan biaya yang tidak murah, ini yang disebut request atau borongan.

Menurut hemat penulis selain strategi pengawasan dan pembinaan terhadap hakim-hakim belum optimal dan memberikan efek jera bagi hakim-hakim nakal, sifat rakus dan tamak oknum Hakim tersebut mempengaruhi merajalelanya praktik suap di peradilan.

Fungsi pengawasan dan pembinaan hakim oleh MA dan Komisi Yudisial (KY), sesuai Pasal 39 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU 3 Tahun 2009 dan Pasal 40 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa Komisi Yudisial (KY) berwenang melakukan pengawasan eksternal dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, bahkan Ketua Pengadilan masing-masing juga bagian yang menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap para Hakim dalam lingkungannya.

Disamping MA dan KY, peran serta masyarakat, lembaga-lemba penegak hukum semisal KPK dan Kejagung juga ikut serta dalam menjalankan fungsinya sebagai pegawas, pencegahan dan penindakan hukum (pro justitia). OTT yang dilakukan oleh Kejagung tehadap oknum pejabat MA dan jajarannya terkait suap menjadi sejarah baru dalam dunia penegakkan hukum, penulis sangat memberikan apresiasi dan menaruh harapan besar kepada Kejagung dalam pemberantasan korupsi, tentunya pedang keadilan yang digunakan Kejagung bukan hanya tajam ke lembaga lain tapi juga harus mampu tajam ke lembaganya sendiri dan lembaga-lembaga yang selama ini tidak tersentuh.

Jangan sampai ada koruptor menangkap koruptor, koruptor mengadili koruptor. Bagaimana sebenarnya permasalahan dan kendala terhadap pengawasan hakim, tentu saja tidak gampang mencari solusi untuk menemukan sebuah pengawasan yang ideal dan menciptakan para hakim yang baik, mulai rekrutment, penambahan remenurasi, pembentukan lembaga-lembaga pengawasan baik internal maupun eksternal.

BACA JUGA: Keadilan Restorasi sebagai Tujuan Hukum

Wacana menaikan remenurasi terhadap hakim oleh pemerintah harus dikaji ulang, menurut hemat penulis rencana tersebut tidak menjamin hakim yang nakal menjadi baik, justru yang dikhawatirkan oleh penulis semakin naik penghasilan hakim semakin naik pula nilai suapnya, ada istilah di kalangan praktisi hukum tidak lagi mau uang kecil, sifat rakus dan tamak sangat mempengaruhi hakim menjadi nakal, satu lembah emas pun kekayaannya tetapi saja korup jika memilik sifat rakus dan tamak.

Para pecinta dunia yang berlebihan tidak pernah mengenal usia pensiun selalu mengejar kepuasan hidup dan mementingkan dirinya saja. Kecintaan terhadap harta, terbukti telah banyak menggelincirkan para pemimpin. Cara hidup atau gaya hidup yang hedonis dan menjadikan seperti saling berlomba, hal ini mempercepat seseorang yang
mempunyai wewenang’ untuk berkreasi dalam mendapatkan harta.

Betapa mahalnya harga sebuah kebenaran di negeri ini, laksana mendulang butiran emas di lumpur. Negeri ini menjadi carut marut dengan banyak kerumitan krusial jauh dari berkahan Allah SWT. Karena praktiK suap dibiarkan terlalu lama sehingga membudaya, meluas dan korupsi kelas kakap sulit diberantas sampai ke akar.

Sebab, para pelakunya berjamaah dan berada di pusat-pusat kekuasaan, yang mahir dan semakin canggih saling melindungi dan menyandera. Pejabat kelas bawah saja sampai memiliki rekening puluhan miliar rupiah. Publik memantau sekian banyak penegak hukum berubah menjadi hartawan dan bergaya hidup mewah. Hukum tak bisa dipercaya karena para aparatnya terlibat kepentingan dan mudah disogok atau disuap.

Menurut hemat penulis strategi yang paling efektif adalah dengan cara lembaga yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap seluruh harta benda yang dimilki oleh setiap pejabat negara khususnya lembaga-lembaga yang sarat dan rawan praktik suap dan korupsi, jika pejabat tesebut tidak mampu membuktikan kekayaannya darimana sumber dan asalnya maka negara merampas kekayaannya ini yang disebut dengan pembuktian terbalik, coba kita perhatikan di sekitar kita berapa banyak seorang penegak hukum tingkat bawah memiliki kekayaan yang luar biasa, rumah mewah mobil mewah tanpa ada pengawasan dari negara, bahkan berlomba-lomba dan merasa bangga dengan kekayaannya.

BACA JUGA: Pemberantasan Korupsi dan Mentalitas Penegak Hukum

Apa yang terjadi ditubuh MA saat ini tentunya menjadi momentum saling mengawasi terhadap para penegak hukum lain, tidak ada lagi istilah koordinasi dalam kejahatan, jika memang ada ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum lainnya, seyogyanya MA mampu tegas membebaskan yang tidak bersalah dan menghukum yang bersalah tanpa ada pengaruh unsur dan dari pihak manapun, sehingga peradilan di negeri kita ini menjadi bersih, adil dan berwibawa, menjadi tonggak terakhir yang sangat diharapkan bagi masyarakat pencari keadilan. Berlakulah adil karena adil itu lebih dekat kepada takwa (Al Maidah ayat 8). (KSC)

Penulis: Advokat dan Dosen STIH Graha Kirana Medan

Pos terkait