Ketidakpatuhan Instansi Pemerintah dalam Penganggaran: Media Tidak Terverifikasi Dewan Pers Tetap Mendapat Anggaran

Gate BICT Pelabuhan Belawan memperburuk Wajah Indonesia
Rion Arios, S.H., M.H. (kliksumut.com/wl)

Mengkaji Kejanggalan Penggunaan Anggaran Pemerintah untuk Media Tidak Terverifikasi, Sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

KLIKSUMUT.COM | MEDAN – Sorotan tajam kembali tertuju pada praktik penganggaran di sejumlah instansi pemerintah yang diketahui mengalokasikan dana untuk media massa yang tidak terverifikasi oleh Dewan Pers. Ironisnya, beberapa oknum dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diduga terlibat dalam kerja sama ini, bahkan ada yang meminta bagian dari anggaran tersebut. Praktik ini menimbulkan kekhawatiran akan ketidakpatuhan terhadap peraturan yang berlaku, khususnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Selain itu, Panitia Pemilu seperti Komisi Pilihan Umum (KPU) di berbagai provinsi hingga Kabupaten/Kota belum sepenuhnya memahami bahwa bekerja sama dengan media yang tidak terverifikasi oleh Dewan Pers adalah pelanggaran aturan.

Anggaran untuk Media Tidak Terverifikasi: Di Balik Kejanggalan dan Konflik Kepentingan

Laporan terbaru menunjukkan bahwa beberapa instansi pemerintah mengalokasikan anggaran untuk bekerja sama dengan media yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers. Praktik ini bertentangan langsung dengan amanat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menekankan pentingnya standar profesionalisme dan akuntabilitas dalam penyampaian informasi kepada publik.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA: HPN 2024, Ninik Rahayu Harapkan MoU Kapolri-Dewan Pers Jadi Perkap untuk Lindungi Pers!

Yang lebih memprihatinkan, beberapa oknum di Kominfo dikabarkan terlibat dalam praktik ini. Mereka tidak hanya menginisiasi kerja sama dengan media yang tidak terverifikasi, tetapi juga diduga meminta bagian dari anggaran yang dialokasikan. Tindakan ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara.

Pelanggaran Terhadap UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Etika Pemerintahan

Rion Arios, S.H., M.H., seorang praktisi hukum yang berfokus pada regulasi media, menegaskan bahwa pelanggaran terhadap UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak bisa dianggap remeh. “UU ini jelas menyatakan bahwa media harus menjalankan tugasnya dengan mematuhi standar profesionalisme dan kode etik jurnalistik. Media yang tidak terverifikasi sering kali tidak memenuhi standar ini, yang dapat menyebabkan penyebaran informasi yang tidak akurat,” ujarnya kepada kliksumut.com, Senin (26/8/2024).

Lebih lanjut, Rion menegaskan bahwa penggunaan anggaran negara untuk media yang tidak terverifikasi adalah bentuk penyalahgunaan wewenang. “Ketika anggaran negara digunakan untuk media yang tidak terverifikasi, dan terlebih lagi jika ada oknum yang meminta bagian dari anggaran tersebut, ini tidak hanya melanggar hukum tetapi juga mengkhianati kepercayaan publik,” tegasnya.

Peran Dewan Pers dan Pentingnya Verifikasi Media

Dewan Pers berfungsi sebagai penjaga pintu gerbang bagi media yang beroperasi di Indonesia, memastikan mereka mematuhi standar jurnalistik yang ketat. Proses verifikasi oleh Dewan Pers adalah langkah penting untuk memastikan bahwa media yang beroperasi tidak hanya akurat dan jujur dalam melaporkan berita, tetapi juga mematuhi kode etik yang berlaku.

“Dalam kondisi ini, peran Dewan Pers sangat penting. Mereka harus lebih proaktif dalam memastikan bahwa setiap media yang bekerja sama dengan instansi pemerintah telah terverifikasi. Ini untuk menjaga kredibilitas informasi yang disampaikan kepada masyarakat,” kata Rion.

Meninjau Kembali Kebijakan dan Pengawasan Anggaran

Kejadian ini menuntut adanya peninjauan ulang terhadap kebijakan penganggaran di instansi pemerintah. Kerja sama dengan media yang tidak terverifikasi tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga menempatkan integritas informasi di bawah ancaman. Selain itu, keterlibatan oknum Kominfo yang meminta bagian dari anggaran memperburuk situasi dan memerlukan tindakan tegas.

“Pemerintah harus melakukan audit menyeluruh terhadap anggaran yang digunakan untuk kerja sama media. Setiap pelanggaran harus ditindak tegas, dan oknum yang terlibat harus diberi sanksi sesuai hukum yang berlaku,” ungkap Rion.

Peran BPK RI dalam Mengawasi dan Mengamankan Penggunaan Anggaran Negara

Dalam situasi seperti ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memiliki peran krusial dalam mengaudit penggunaan anggaran negara untuk memastikan tidak ada penyimpangan. BPK perlu melakukan pemeriksaan yang lebih ketat terhadap alokasi anggaran pemerintah untuk media, terutama yang tidak terverifikasi oleh Dewan Pers, dan memastikan bahwa anggaran digunakan sesuai dengan regulasi yang ada.

BACA JUGA: Polri, Dewan Pers, dan Pimpinan Media Deklarasi Pemilu Damai 2024

“Langkah tegas dari BPK sangat diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan anggaran negara. Mereka harus memastikan bahwa anggaran hanya diberikan kepada media yang terverifikasi, serta menindak oknum yang terlibat dalam praktik-praktik yang melanggar hukum,” tambah Rion.

Kesimpulan: Mengutamakan Kepatuhan dan Profesionalisme dalam Kerja Sama dengan Media

Kasus ini menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan pentingnya hanya bekerja sama dengan media yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers. Pemerintah dan instansi terkait harus mengambil langkah-langkah tegas untuk memastikan bahwa anggaran dialokasikan dengan benar dan sesuai dengan peraturan, serta menindak tegas oknum yang terbukti melakukan pelanggaran.

Mematuhi UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan memastikan hanya media terverifikasi yang bekerja sama dengan instansi pemerintah adalah langkah penting untuk menjaga integritas penggunaan anggaran negara dan kualitas informasi yang disampaikan kepada publik. Langkah ini juga diperlukan untuk memastikan bahwa media massa di Indonesia tetap berfungsi sebagai pilar demokrasi yang sehat dan bertanggung jawab. (KSC)

Pos terkait