REPORTER: Parla
EDITOR: Wali
KLIKSUMUT.COM | MANDAILING NATAL – Dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp50 ribu per siswa oleh Kepala Sekolah SDN 086 Dalan Lidang, Kecamatan Panyabungan, Mandailing Natal, menjadi sorotan. Dana tersebut diduga diminta kepada siswa yang baru lulus sebagai syarat untuk mendapatkan ijazah.
Ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya pada 28 Oktober 2024, Kepala Sekolah Nur Huda memberikan penjelasan yang memicu kontroversi. “Biaya untuk ijazah tidak dianggarkan dalam SPJ dana BOS. Untuk biaya menulis saja lebih dari sejuta,” ujarnya.
Namun, tanggapannya berubah menjadi tidak profesional saat ditanya lebih lanjut oleh tim media. Ia menyampaikan, “Ulangko sinis maligi au, na onok ma au na kepala sekolah on. Jangan sinis melihatku, kalau mau naikkan beritanya.”
Ia juga menambahkan, “Kalau tidak dibayar, terserah. Tapi saya tidak izinkan ijazah itu diambil.” Pernyataan tersebut semakin memperkuat dugaan adanya pungutan liar di sekolah yang ia pimpin.
Rincian Pungutan
Berdasarkan informasi yang diterima, pungutan sebesar Rp50 ribu tersebut terdiri atas biaya sampul ijazah sebesar Rp40 ribu dan jasa penulisan ijazah sebesar Rp10 ribu. “Mapnya Rp40 ribu, terus jasa menulisnya lagi. Saya tidak sanggup menulisnya,” kata Nur Huda dalam dialek lokal.
Ia juga berdalih bahwa pungutan tersebut didasarkan pada peraturan bupati (Perbup), meskipun ia mengaku tidak dapat menunjukkan regulasi tersebut. “Ada Perbupnya, tapi orangnya sudah meninggal,” tuturnya, merujuk pada Muktar, mantan Kepala SDN 3.
Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Angkat Bicara
Ketua Aliansi Pemuda dan Mahasiswa, Fadli Habibi, mengecam keras tindakan ini. Ia menyatakan bahwa pungli merupakan pelanggaran hukum yang serius. “Hukuman pidana bagi pelaku pungli diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pelaku yang berstatus PNS dapat dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara,” ungkap Fadli.
BACA JUGA: Pj Sugeng Peringatkan Kepala Sekolah di Tapteng: Jangan Terlibat Politik Praktis
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pelaku pungli juga dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP dan Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun hingga maksimal 20 tahun.
Kasus ini memicu kemarahan masyarakat, terutama orang tua siswa. Mereka menilai bahwa pungutan semacam ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mencederai dunia pendidikan yang seharusnya bebas dari praktik korupsi.
Kasus dugaan pungli ini diharapkan menjadi perhatian serius pihak berwenang. Masyarakat berharap ada tindakan tegas terhadap oknum kepala sekolah yang terlibat, demi menciptakan lingkungan pendidikan yang bersih dan transparan. (KSC)