Kehadiran Pos Ambai Coffee Meresahkan Masyarakat

Kehadiran Pos Ambai Coffee Meresahkan Masyarakat
Cafe itu dinamakan Pos Ambai Coffee, tepatnya pada pertapakan tanah setempat dikenal dengan Jalan Ambai nomor 31 antara nomor 31A dengan 33, sebuah usaha perdagangan jasa.

MEDAN | kliksumut.com Mewakili masyarakat yang berdomisili di Jalan Ambai Kelurahan Sidorejo Hilir Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, Prof Dr Farid Wajdi SH MHum angkat bicara tentang keresahan.

Keresahan itu bermuara dari kehadiran sebuah cafe di Jalan Ambai yang menjadi tempat tongkrongan kaum milenial sejak pagi hari hingga pagi lagi.

Cafe itu dinamakan Pos Ambai Coffee, tepatnya pada pertapakan tanah setempat dikenal dengan Jalan Ambai nomor 31 antara nomor 31A dengan 33, sebuah usaha perdagangan jasa.

BACA JUGA: Kapolrestabes Medan Dijabat Kombes Pol Valentino Alfa Tatareda

Bacaan Lainnya

Menurut masyarakat, kehadiran cafe Pos Ambai Coffee telah mengubah fungsi kawasan dan telah berdampak negatif, baik secara sosial, lingkungan dan kenyamanan bagi warga sekitarnya.

“Jalan Ambai sesuai dengan tata ruang yang ada masih berfungsi sebagai kawasan permukiman penduduk dan belum mendapat informasi tentang kemungkinan adanya pengubahan regulasi terkait dengan fungsi tersebut,” sebut Prof Farid Wajdi.

Bahkan, dalam proses pendirian cafe tersebut warga terdampak langsung tidak pernah dimintai dan/atau memberi persetujuan, baik dari instansi pemerintah setempat maupun pemilik kafe, sehingga sampai saat ini warga tidak mengetahui dengan pasti ada atau tidak izin usaha kafe
tersebut dari pemerintah.

“Dalam praktiknya kafe tersebut telah beroperasi secara penuh mulai dari pagi, siang, sore, malam sampai dengan subuh alias dioperasikan secara penuh waktu (full time 24 jam). Cafe dibuka dan terbuka setiap waktu secara penuh waktu dan pengunjung/tetamu bebas keluar masuk tanpa ada pembatasan baik dari sisi tempat maupun waktu kunjungan,” beber Komisioner Komisi Yudisial RI periode 2015 – 2020.

Prof Farid Wajdi yang juga berprofesi Advokat membeberkan, atas keberadaan tersebut cafe telah menghasilkan suara bising, seperti pasar malam, kendaraan yang keluar masuk telah menimbulkan polusi suara yang memekakkan telinga. “Baik karena suara knalpot yang meraung-raung atau geberan suara kendaraan yang melaju dengan kencang maupun suara pengunjung (seperti teriakan, tawa-canda atau ungkapan kalimat lain) yang berjumlah ratusan orang setiap harinya,” sebut dosen hukum ini.

Masyarakat Jalan Ambai sangat diresahkan dengan suara bising yang tidak lazim di kawasan permukiman dan perilaku ugal-ugalan yang merugikan warga sekitarnya. “Ditambah lagi mobilitas kendaraan di Jalan Ambai sudah hampir 24 jam, bahkan terdapat kecenderungan semakin malam kendaraan semakin kencang dengan suara yang mengganggu kenyamanan warga sekitar,” cetusnya.

Mirisnya, cafe tersebut juga telah dikunjungi berbagai pihak yang diduga didominasi para pelajar yang masih berseragam (SLTP/Sederajat maupun SLTA/Sederajat) lebih kurang mulai pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. “Cafe tersebut bisa dikatakan tempat nongkrong para pelajar yang diduga bolos sekolah,” ungkap Prof Farid mewakili masyarakat Jalan Ambai.

BACA JUGA: Kapolrestabes Medan : Tiga Mahasiswa Diamankan Pasca Bentrokan di Kampus Nomensen

Aktivitas yang kerap terdengar dan menggangu dari kafe pada lebih kurang pukul 10.00-18.00 WIB adalah berupa suara bising pengunjung dan gitar-nyanyian yang diduga para pelajar berseragam secara berkelompok dalam jumlah puluhan-ratusan orang.
“Seringkali pengunjung kafe menggunakan kalimat yang tidak sopan dan tidak pantas diucapkan (kalimat tidak senonoh) dengan suara yang kuat sehingga warga sekitar merasa risih atau tidak nyaman lagi dengan situasi yang ada,” jelasnya.

Kebisingan yang menguap dari cafe tersebut berlangsung meskipun beriringan dengan pelaksanaan waktu sholat bahkan termasuk pada waktu pelaksanaan khutbah-sholat Jumat sekali pun. “Aktivitas di cafe itu tetap berjalan meski memasuki waktu azan berkumandang. Jarak lokasi kafe dengan masjid terdekat adalah lebih kurang 250 meter,” jelasnya.

Keresahan dan keluhan masyarakat melalui Prof Farid Wajdi SH MHum telah dilaporkan melalui surat yang dikirimkan ke Camat, Lurah, Kepolisian hingga Walikota Medan, agar disikapi.

“Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan dan Provinsi Sumut serta Dinas Pariwisata juga dilayangkan surat secara tertulis keberatan warga tertanggal 31 Januari 2022,” kata Prof Dr Farid. (red)

Pos terkait