BPKP Mengawal Tumbuh UMKM: Tugas Menantang, Tak Gentar Tantangan

BPKP Mengawal Tumbuh UMKM: Tugas Menantang, Tak Gentar Tantangan
Teks foto: Kantor BPKP Perwakilan Sumatera Utara, Jalan Gatot Subroto, Medan (Sumber foto: dokumen BPKM Medan, diambil dari google)

Oleh: Puji Santoso

kliksumut.com Raut wajah Presiden Jokowi terlihat ketat. Kesannya ia seperti merasa jengkel. Sebagai kepala negara ia merasa paham dengan kondisi perekonomian Indonesia, khususnya usaha menengah kecil dan menengah. Salah satu yang membuat presiden jengkel adalah tidak berkembangnya distribusi dan penjualan produk-produk dalam negeri di luar negeri. Bahkan di dalam negeri sendiri produk-produk buatan anak bangsa malah tidak menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Bacaan Lainnya

Ia menginstruksikan semua jajaran pemerintahan agar anggaran Rp.400 triliun wajib dibelanjakan untuk membeli produk dalam negeri. Maksudnya tentu saja agar para pengusaha kecil dan menengah mampu bangkit dan bertumbuh sehat. Disamping itu dapat pula berimbas terhadap berkurangnya angka pengangguran. Bahkan mampu membuka peluang 2 juta lapangan kerja baru.

Saat berbicara pada acara ‘Aksi Afirmasi Bangga Berkarya di Indonesia’ kepada seluruh Menteri Kabinet Indonesia Maju, Kepala Lembaga, Pimpinan Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara se Indonesia di Jakarta pada Jumat 25 Maret 2022 silam, Jokowi lantas meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Keuangan untuk aktif mengawal transaksi yang ada.

BACA JUGA: Peringati Ulang Tahun ke-39, Gubernur Sumut Tekankan Empat Poin Penting kepada Perwakilan BPKP Sumut

“Saya minta seluruh peserta acara, baik menteri, pimpinan lembaga, TNI, Polri, pimpinan daerah se Indonesia, dan perwakilan BUMN untuk berkolaborasi mengoptimalkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam melaksanakan belanja buatan dalam negeri,” ujar mantan Walikota Surakarta itu sebagaimana siaran pers BPKP yang penulis kutip dari laman bpkp.go.id.

Sudah setahun instruksi Presiden Jokowi ini disampaikannya. Namun sampai April 2023 belum ada data mengenai angka total belanja rumah tangga dan lembaga pemerintah terhadap produk dalam negeri. Namun, total belanja rumah tangga di Indonesia pada tahun 2020 dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar Rp9.287,5 triliun pada tahun 2021. Sementara itu, total belanja produk dalam negeri untuk barang dalam negeri pada tahun 2020 sebesar Rp7.611,7 triliun.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pada Konferensi Pengeluaran Business Matching Produk Dalam Negeri 2022 di Nusa Dua, Bali pada Selasa (22/3) bahwa anggaran pemerintah pusat, khususnya belanja komoditas dan belanja modal dalam APBN 2022 sebesar Rp538,9 triliun. Anggaran ini dapat digunakan untuk membelanjakan sebesar-besarnya untuk produk dalam negeri, tidak termasuk belanja pemerintah daerah.

Namun perlu diingat bahwa informasi ini untuk tahun 2020, dan data untuk tahun 2022 mungkin belum dirilis atau tersedia oleh BPS. Selain itu, informasi ini juga dapat diubah oleh faktor-faktor seperti situasi ekonomi dan situasi pandemi COVID-19 di Indonesia pada tahun 2022.

Merujuk pada artikel www.kompas.com edisi 4 Desember 2022, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono memaparkan kalau seluruh anggaran pemerintah dibelanjakan untuk produk dalam negeri bukan produk luar negeri, hal ini berpotensi meningkatkan perekonomian negara sebesar 3,79%. Jika pemerintah pusat dan daerah dapat mengalokasikan 40% hingga 50% pengeluarannya saja untuk produk dalam negeri dan usaha kecil menengah, maka upaya ini telah memancing pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 1,5% pada tahun 2022.

Rawan pungli dan korupsi

Data yang penulis peroleh dari https://databoks.katadata.co.id edisi 14 Maret 2022, UMKM di Indonesia tumbuh subur di sejumlah daerah. Ini terlihat dari data yang dilaporkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), dengan total UMKM di Indonesia tembus 8,71 juta unit usaha pada tahun 2022.

Pulau Jawa mendominasi sektor UMKM ini. Jawa Barat menjadi provinsi yang memiliki banyak UMKM dengan jumlah 1,49 juta unit usaha. Tipis di urutan kedua ada Provinsi Jawa Tengah yang mencapai 1,45 juta unit. Ketiga, ada Jawa Timur sebanyak 1,15 juta unit. Di luar tiga besar itu, gapnya cukup jauh. DKI Jakarta yang menyabet posisi keempat bisa menorehkan hampir 660 ribu unit. Kelima, ada Sumatera Utara dengan capaian 596 ribu unit. Sementara jumlah usaha paling sedikit ada di tiga daerah, yakni Papua Barat 4,6 ribu unit usaha, Maluku Utara 4,1 ribu unit, dan Papua 3,9 ribu unit.

Berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM, ada sejumlah kriteria untuk menggolongkan UMKM. Untuk usaha mikro, kekayaan bersih paling banyak Rp50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Atau, usaha itu memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta. Adapun usaha kecil, kekayaan bersihnya lebih dari Rp50 juta sampai paling banyak Rp500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunannya. Usaha kecil juga bisa digolongkan dari hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300 juta hingga maksimal Rp2,5 miliar. Terakhir untuk usaha menengah, golongan ini memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500 juta dan paling banyak Rp10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan usaha. Dapat juga dilihat dari hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2,5 miliar dan maksimal Rp50 miliar.

Sebagai lembaga lembaga independen yang memiliki bertugas mengawasi pengelolaan keuangan dan pembangunan di Indonesia, maka pengawasan belanja produk dalam negeri dan UMKM yang dilakukan BPKP menjadi sangat penting untuk memastikan penggunaan anggaran negara yang telah dialokasikan untuk pembelian produk dalam negeri dan UMKM dilakukan secara transparan, efektif, dan efisien.

Sebab dalam praktiknya, beberapa sektor di dalam usaha menengah kecil dan mikro yang rawan mengundang korupsi antara lain: (1) Pengadaan Barang dan Jasa. Proses pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu sektor yang rawan terjadi praktik korupsi, terutama dalam hal pemenangan tender. Banyak kasus di mana perusahaan-perusahaan besar mengambil keuntungan dengan memberikan suap kepada pejabat pembuat keputusan atau pihak yang berwenang untuk memenangkan tender.

Kemudian (2) Pajak. Sektor pajak juga dinilai seringkali menjadi sasaran korupsi, terutama dalam hal penghindaran atau penggelapan pajak. Ada banyak kasus di mana pebisnis memanipulasi laporan keuangannya untuk menghindari pembayaran pajak yang seharusnya dibayarkan, atau bahkan memalsukan dokumen untuk mengklaim kembali pajak yang sudah dibayarkan.

Selanjutnya (3) Perizinan. Proses perizinan seringkali membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar bagi UMKM. Akibatnya para pengusaha UMKM sering terjebak dalam praktik pungutan liar atau suap demi mempercepat proses perizinan. Hal ini dapat menjadi beban biaya tinggi bagi UMKM. Karena biaya yang harus mereka keluarkan untuk membayar suap atau pungutan liar kepada oknum-oknum di bagian perizinan lembaga pemerintah itu dapat dinilai menghambat pertumbuhan usaha mereka selanjutnya.

Kemudian (4) Dana hibah atau bantuan. Dalam beberapa kasus yang kerap terjadi adalah pengusaha UMKM yang menerima dana hibah atau bantuan dari pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Namun, proses pencairan dana seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama dan melibatkan birokrasi yang rumit, sehingga rawan terjadi praktik pungutan liar atau suap di lapangan. Pengusaha UMKM sering tak berdaya menghadapi praktik-praktik pungli yang dilakukan oknum-oknum tak bertanggung jawab di lapangan.

Yang terakhir (5) Sektor perbankan. Pengusaha UMKM yang membutuhkan pinjaman dari bank tidak jarang menjadi sasaran empuk praktik korupsi dan pungutan liar. Beberapa oknum pegawai bank tertentu adakalanya meminta uang “uang pelancar” atau suap agar pinjaman atau kredit dapat disetujui pimpinan lembaga keuangan tertentu. Selain itu, ada juga praktik penyalahgunaan dana pinjaman atau pemalsuan dokumen untuk memperoleh pinjaman yang lebih besar dari yang seharusnya.

Penting bagi UMKM untuk memperhatikan risiko korupsi dalam bisnis mereka dan mengambil langkah-langkah untuk mencegahnya. Dalam hal ini, pemerintah juga harus memastikan adanya regulasi dan pengawasan yang ketat untuk mengurangi praktik korupsi di sektor-sektor ini.

BACA JUGA: Gubernur Sumut Terima Laporan Hasil Pengawasan BPKP

Praktik-praktik yang rawan terjadi tindakan manipulatif yang dialami jajaran UMKM sebagai penulis sebutkan tadi tentu berdampak kepada penanganan dan asesmen yang dilakukan BPKP di seluruh Indonesia terkait instruksi Presiden Jokowi tadi. Kondisi ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi BPKP dalam mengawasi pengelolaan keuangan dan pembangunan di Indonesia.

BPKP merupakan lembaga pemerintah yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan dan pelaksanaan pembangunan di Indonesia. BPKP dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Tugas utama BPKP adalah melakukan audit dan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara, baik di tingkat pusat maupun daerah. BPKP juga bertanggung jawab dalam mengevaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan di Indonesia, termasuk dalam hal penggunaan dana publik untuk kepentingan pembangunan.

Sebagai lembaga pengawas keuangan dan pembangunan, BPKP memiliki peran yang sangat penting dalam menjamin transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas pengelolaan keuangan negara serta pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Melalui pengawasan yang ketat, BPKP dapat memastikan bahwa dana publik yang digunakan untuk pembangunan benar-benar diarahkan kepada kemaslahatan dan kepentingan masyarakat, dalam hal ini adalah pengusaha UMKM.

Tantangan Berat

Selain itu, BPKP juga memiliki peran dalam memberikan rekomendasi dan saran kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan dan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan serta pelaksanaan pembangunan di Indonesia.

Meskipun demikian, BPKP juga dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam menjalankan tugasnya. Salah satu tantangan utama adalah terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi yang dimiliki oleh BPKP. Keterbatasan ini dapat mempengaruhi kualitas pengawasan yang dilakukan oleh BPKP. Belum lagi tantangan internal sumber daya manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya. Sering sekali petugas auditor BPKP menghadapi godaan materi dan non materi yang jika dituruti akan menggerus kepercayaan publik kepada BPKP.

BPKP tak jarang harus menghadapi berbagai macam kepentingan dan tekanan dari pihak-pihak tertentu yang terkait dengan pengelolaan keuangan dan pembangunan. Hal ini dapat mempengaruhi independensi dan objektivitas BPKP dalam menjalankan tugasnya.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja BPKP, diperlukan dukungan yang kuat dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha. Pemerintah perlu memberikan dukungan yang cukup dalam hal sumber daya manusia dan teknologi, serta memastikan independensi dan objektivitas BPKP dalam menjalankan tugasnya. Maka, masyarakat dan dunia usaha juga perlu mendukung upaya BPKP dalam menjalankan tugasnya dengan baik, termasuk dengan memberikan laporan dan informasi yang diperlukan dalam pengawasan keuangan dan pembangunan.

BPKP memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas pengelolaan keuangan negara serta pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Meskipun dihadapkan pada sejumlah tantangan. Berbagai tantangan itu memerlukan adaptasi dan inovasi untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut.

Tantangan pertama yang dihadapi oleh BPKP adalah terkait dengan perubahan teknologi dan informasi yang semakin cepat. Perubahan ini membuat BPKP harus terus menerus beradaptasi dan mengembangkan teknologi yang digunakan dalam melakukan pengawasan. Hal ini diperlukan agar BPKP dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien, serta dapat mengikuti perkembangan teknologi yang terus berubah.

Tantangan kedua yang dihadapi oleh BPKP adalah terkait dengan kompleksitas dan jumlah data yang semakin besar. Dalam menjalankan tugasnya, BPKP harus dapat mengolah data yang sangat kompleks dan besar, sehingga diperlukan sistem informasi yang canggih untuk memproses data tersebut. Selain itu, BPKP juga perlu memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu mengolah data dengan baik.

Tantangan ketiga yang dihadapi oleh BPKP adalah terkait dengan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak terkait. Dalam menjalankan tugasnya, BPKP harus bekerja sama dengan berbagai instansi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Hal ini memerlukan koordinasi dan kerjasama yang baik agar BPKP dapat melakukan pengawasan secara efektif dan efisien.

Tantangan keempat yang dihadapi oleh BPKP adalah terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia. Dalam menjalankan tugasnya, BPKP memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan berpengalaman. Namun, keterbatasan sumber daya manusia dapat mempengaruhi kinerja BPKP dalam melakukan pengawasan.

Prinsip maju tak gentar saja tak cukup. Maka untuk mengatasi tantangan tadi, BPKP harus melakukan berbagai upaya adaptasi dan inovasi. Pertama, BPKP harus terus mengembangkan dan memperbaharui teknologi yang digunakan dalam melakukan pengawasan. Hal ini perlu dilakukan agar BPKP dapat mengikuti perkembangan teknologi yang terus berubah. Kedua, BPKP perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pelatihan dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia, baik melalui pelatihan internal maupun eksternal.

Ketiga, BPKP perlu memperkuat koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak terkait. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun jaringan kerjasama yang lebih luas, serta meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dengan berbagai instansi dan pihak terkait. Keempat, BPKP perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang lebih terbuka dan bertanggung jawab kepada negara, masyarakat luas, dan stake holdernya.

Diperlukan konsistensi dari petugas-petugas dan asesor BPKP untuk selalu hadir mengawasi pelaksanaan pembangunan ini secara langsung dapat membantu tumbuh berkembangnya UMKM di Indonesia. Membantu para pengusaha kecil dan menengah dari tindakan-tindakan koruptif yang dilakukan oknum-oknum di lembaga-lembaga pemerintahan yang berinteraksi langsung dengan pengusaha UMKM. Ini dimaksudkan agar para pengusaha kecil menengah itu mampu tumbuh mandiri sekaligus siap bersaing dengan pengusaha-pengusaha besar.

Begitupun untuk dapat bersaing dengan pengusaha besar UMKM harus mengadopsi beberapa strategi. Salah satu strategi itu adalah memanfaatkan teknologi. UMKM dapat menggunakan teknologi untuk mengoptimalkan proses bisnis mereka. Hal ini dapat membantu mereka menjadi lebih efisien dalam operasi sehari-hari, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya produksi.

Selain itu UMKM didorong agar selalu fokus dalam mengoptimalkan pemasaran dan penjualan produk mereka. Caranya, tentu saja UMKM harus terus didorong dapat memaksimalkan pemasaran dan penjualan dengan menggunakan media sosial, platform e-commerce, dan teknologi digital lainnya untuk menjangkau pelanggan baru. Dengan mengoptimalkan pemasaran dan penjualan, UMKM dapat meningkatkan visibilitas mereka dan menarik para pelanggan baru dari dalam dan luar negeri.

[1] Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba penulisan esai dan lomba foto bagi wartawan dalam rangka HUT BPKP ke 40 Tahun 2023

[2] Penulis adalah jurnalis aktif media online www.kliksumut.com berkedudukan di Medan, Sumatera Utara.

Pos terkait