Aksi Power Up Medan: Orang Muda Medan Serukan Pilih Presiden Peduli Bumi

Aksi Power Up Medan: Orang Muda Medan Serukan Pilih Presiden Peduli Bumi

MEDAN | kliksumut.com Aksi ‘Power Up’ adalah aksi global yang juga dilakukan di berbagai negara di penjuru dunia. Dalam konteks Indonesia, orang-orang muda menggelar aksi ‘Power Up’ untuk mendesak capres dan cawapres mendeklarasikan komitmen yang kuat dalam mengatasi krisis iklim dan transisi energi di Medan kaum muda menyerukan pilih presiden peduli bumi.

Hal itu dikatakan oleh Rimba Zait, Minggu (5/11/2023) di titik nol Kota Medan tepatnya di depan Kantor Pos Kota Medan, Jalan Balaikota , Kota Medan, Suamtera Utara. Selaku koordinator aksi sebagai bentuk ekspresi terhadap krisis iklim yang melanda bumi saat ini. Databoks menyebutkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan dasar batu bara kerap dibangun di Indonesia selama 23 tahun terakhir, total selama 23 tahun terakhir mencapai 38.657 MW atau 38,65 gigawatt (GW).

Rimba Zait juga mengatakan bahwa Emisi polutan udara dari PLTU batubara bertanggung jawab atas 10.500 kematian di Indonesia pada tahun 2022 dan biaya kesehatan sebesar USD 7,4 miliar. Dampak kesehatan ini akan terus meningkat dengan beroperasinya PLTU batubara yang baru. Pembangkitan energi dari PLTU batubara akan meningkat selama satu dekade ke depan, kecuali jika pertumbuhan pembangkit listrik bersih dipercepat untuk memenuhi pertumbuhan permintaan. Pembatalan proyek-proyek PLTU batubara baru dan penghentian PLTU batubara di Indonesia pada tahun 2040 dapat mencegah 180.000 kematian akibat polusi udara dan menekan biaya kesehatan sebesar USD 100 miliar atau Rp 1.500 triliun dalam beberapa dekade ke depan, (Penelitian CREA dan IESR, 2023).

BACA JUGA: Penggemar K-pop di Indonesia Capai Rekor “Luar Biasa Cepat” Galang Dana untuk Palestina

“Greenpeace menyebut, PLTU sebagai kontributor terburuk tunggal yang bertanggungjawab atas hampir setengah (46%) dari emisi karbon dioksida dunia. PLTU batubara ini salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Diketahui juga sebanyak 67,2% batu bara sebagai penyuplai kelistrikan di Indonesia, padahal potensi energi bersih yang mampu dimanfaatkan seperti tenaga angin sebesar 159.9 GW, tenaga matahari 3.294 GW di Indonesia,” jelas Rimba Zait saat membacakan pernyataan.

Bahkan Rimba Zait menjelaskan bahwa berdasarkan Perhitungan Tim Nexus 3, melalui dokumen Andal PLTU Batubara Pangkalan Susu Unit 3 & 4, PLTU Batubara Pangkalan Susu membakar 11.885 Ton Batubara/ Hari. Dan menghasilkan 6% X 11.885 Ton = 713,10 Ton FABA, dengan rincian Bottom Ash = 213,93 Ton / Hari dan Fly Ash = 499,17 Ton/ Hari. Jika unit 3 dan 4 menghasilkan FABA sebanyak 499,17 Ton/ hari. Padahal Unit 1 dan unit 2 yang berkapasitas 2 x 200 MW juga menghasilkan FABA yang jumlahnya sama, artinya setiap hari ada 23,770 Batubara yang dibakar dan masyarakat Pangkalan Susu setiap hari dihantam 1.426,2 Ton FABA setiap hari dengan 427,86 Bottom Ash Abu Bawah) dan 998,34 Fly Ash Ton (abu terbang)

Selanjutnya Rimba Zait juga mengungkapkan dalam orasinya bahwa hasil penelitian Yayasan Srikandi Lestari pada kurun waktu 2022 menyebutkan bahwa ada 3 sektor yang di duga paling terdampak akibat beroperasinya PLTU Batubara yaitu :

1. Sector Perikanan, sebanyak 659 nelayan menjadi korban menurunya mata pencaharian sebanyak 70%. Nelayan memilih menjual sampan/ perahunya menutupi hutang – hutang akibat hilangnya mata pencaharian dan merantau mencari pekerjaan lain atau menjadi penganguran. Nelayan tradisional mengaku dilarang, kejar, diancam, dilempar, di tembak oleh security PLTU ke laut untuk mengusir nelayan yang mencari ikan di sekitar dermaga PLTU batubara Pangkalan Susu. Kondisi laut tercemar akibat debu batubara yang jatuh kelaut dan pembuangan air bahang.

2. Sektor Pertanian, ada 316 orang petani yang mengelola sawah dengan luas sawah 158,36 Ha menderita gagal panen hingga menurun hanya hasil panen hingga 50 %. Banyak padi yang tumbang atau menjadi gosong serta terkena hama yang sulit diatasi. Biaya produksi yang tinggi membuat petani banyak menjual sawahnya karena pertanian tidak lagi menghasilkan penghidupan. Batubara yang dibakar di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memancarkan sejumlah polutan seperti NOx dan SO3, kontributor utama dalam pembentukan hujan asam, yang mempengaruhi tanaman, tanah, bangunan. Hujan asam bisa mengubah komposisi tanah dan air sehingga menjadi tidak layak untuk tanaman maupun hewan.

3. Sektor Kesehatan, ada 333 orang (202 Laki-laki, 131 Perempuan), rentang usia 1 – 19 tahun berjumlah 98 orang dan 235 orang dengan rentang usia 20 – 75 tahun. tercatat ada jenis 5 penyakit tertinggi : Gatal – Gatal : 243 Kasus, Batuk / Sesak Nafas & ISPA : 42 Kasus, Hipertensi : 39 Kasus, Paru Hitam : 4 Kasus (3 Meninggal karena Paru Hitam dan 1 Paru-parunya Hancur), Kelenjar / Tiroid :

4. Polusi partikel halus (PM2.5), emisi udara PLTU Batubara juga memancarkan bahan kimia berbahaya dan mematikan seperti merkuri dan arsen, sangat berbahaya bagi kelanjutan kehidupan masyarakat dan lingkungan. Kasus Kesehatan Anak : Ada 60 anak dari 5 Desa yang terdata mengalami gatal-gatal akut. Hingga saat ini anak-anak bahkan orang dewasa harus mengkonsumsi obat – obatan setiap hari agar penyakit gatal – gatal ini tidak kambuh

“Kita sebagai kaum muda tidak ingin lagi menerima janji palsu dalam menangani krisis iklim, calon presiden yang bakal terpilih nanti mesti berani melakukan transisi energi yang bersih, berkeadilan, dan berkelanjutan demi masa depan generasi mendatang, jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi mesin pembunuh senyap bagi masyarakat yang berada disekitarnya, Energi bersih sudah ada dan cukup besar potensinya ketika dimanfaatkan oleh negara bakal membantu keselataman serta kesehatan rakyat, Di Pangkalan Susu terdapat pembangkit listrik batu bara sebanyak empat unit yang berkekuatan 800 MW dan setiap hari mampu meracuni anak-anak, perempuan, petani, nelayan. Bahkan tidak sedikit dari mereka terserang penyakit seperti sesak nafas, gatal-gatal, hingga kematian,” tegas Rimba.

Selanjutnya Mimi Surbakti, Direktur Yayasan Srikandi Lestari menyebutkan bahwa ada 3 kandidat capres Indonesia saat ini masih minim membicarakan soal issue krisis iklim padahal ini merupakan issue global yang harusnya menjadi wacana bagi ketiga caples apabila ingin berkuasa di Indonesia.

“Para Calon Pemimpin ini, harus menghentikan pole pemimpin lama yang kecanduan batubara dan harus mulai mengurangi emisi dari PLTU batubara yang telah terbukti merugikan bagi kesehatan dan kesejahteraan warga sekitar beroperasinya PLTU Batubara. Pemimpin Indonesia Yang baru harus focus pada Pembangunan Pembangkitan energi yang adil dan berkelanjutan, energy yang mensejahterakan dan tidak lagi meracuni anak-anak yang merupakan bonus demokrafi di Indonesia,” ungkap Mimi Surbakti.

Bahkan Cia dari Koordinator XR Medan, Pilpres 2024 adalah panggung di mana masa depan planet ini bergantung pada keputusan yang diambil oleh calon presiden dan wakil presiden.

“Sayangnya, kita tengah berhadapan dengan realitas yang mengkhawatirkan. Elite politik tampaknya lebih tertarik pada aliran dana yang mengalir dari industri fosil daripada pada langkah-langkah konkret untuk menyelamatkan planet ini. Padahal secara potensi, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan energinya dengan sumber-sumber yang sudah ada seperti air, angin, dan matahari yang tidak akan habis. Karena itu, hari ini aksi power up diselenggarakan sebagai bentuk desakan terhadap elite politik untuk berani dan berkomitmen membuat kebijakan yang meninggalkan energi kotor dan menjadikan energi bersih sebagai prioritas utama,” sebut Cia.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA: Putusan Soal Syarat Usia Minimal Capres dan Cawapres Berbuntut Pelaporan

Perwakilan Komunitas dari terdampak Industri Batubara Pangkalan Susu, Mita Lumbangaol menyampaikan bahwa dirinya membutuhkan pemimpin Indonesia yang peduli terhadap alam ini.

“Kami membutuhkan pemimpin Indonesia yang perduli terhadap kondisi lingkungan dan kelestarian alam, terutama pada kehidupan petani, nelayan dan Masyarakat yang terdampak industry ekstraktif batubara, seperti kami yang mengalami penderitaan secara ekonomi maupun secara kesehatan,” teriak Mita Limbangaol.

Tak hanya melakukan orasi serta bentang spanduk, poster, hingga bendera, aksi ini juga diisi dengan rangkaian kegiatan menyebar bola-bola tanah yang sudah diberi bibit tanaman hias mulai dari bunga matahari, bunga telang, gambas, dan cabai di sekitaran lapangan merdeka, Kota Medan.

Aksi ini digelar ini dilakukan secara bertahap di kota-kota besar di Indonesia mulai dari 29 Oktober hingga 8 November bertujuan untuk memastikan Pemilu 2024 akan berjalan tanpa janji palsu dan presiden terpilih nanti berkomitken kuat peduli terhadap lingkungan.

Di Kota Medan, aksi ini dimulai pada pukul 10.00 WIB di pelataran parkir Pos Block. Komunitas yang tergabung: Climate Rangers Sumatra Utara, Srikandi Lestari, XR Medan, Walhi Sumut, Kelompok Perempuan Siur Bersatu, Kelompok Perempuan Indah Lestari, Kelompok Perempuan Maju Jaya, dan Aktivis Lingkungan di Sumut. (WL)

Pos terkait